



Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Visi Kemaritiman dan Konsepsi Pembangunan Maritim Indonesia
Typology: Summaries
1 / 7
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Dosen Pengampu: Ahmad Ismail, S.Sos., M.Si Disusun oleh: Muflih Zain NIM. D DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2021
Visi UNHAS tentang Wawasan Sosial Budaya Maritim Universitas Hasanuddin merupakan salah satu instansi perguruan tinggi yang selalu mengedepankan aspek sosial budaya yang diintegrasikan dengan sistem pendidikan modern. Seluruh potensi kebudayaan dan sosial tercantum dalam visi Unhas dalam mencapai World Class University, mulai dari wawasan kebaharian, fenomena sosial budaya bahari, serta nilai- nilai unhas yang dikenal dengan istilah MARITIM. Seluruh aspek tersebut terintegrasi dalam mata kuliah Wawasan Sosial Budaya maritim. Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi poros maritime karena lautan Indonesia sangat luas serta memiliki potensi untuk mewujudkan poros maritime. Poros maritime merupakan cita-cita besar bagi negera Indonesia. Namun, keinginan untuk mewujudkan poros maritim tersebut akan sangat sulit untuk diselesaikan hanya pada satu generasi (Wiguna, 2016). Selain itu, pada perkembangan arus globalisasi ini memberian dampak yang sangat serius terhadap segala aspek kehidupan. Hal tersebut menyebabkan bergesernya budaya maritim ke budaya darat. Pergeseran ini tentu saja akan menyebabkan perubahan perilaku yang terjadi di masyarakat sehingga perwujudan dari poros maritim dunia akan sulit terbentuk. Hal tersebut terjadi dikarenakan pengetahuan serta pemahaman masyarakat terhadap makna atau jati diri bangsa Indonesia sebagai Negara maritim kurang dipedulikan. Kepedulian yang kurang dikarenakan pendidikan maritime sangat jarang ditanamkan kepada anak-anak atau pada sekolah dasar agar sejak dini mereka memiliki tanggung jawab untuk berkonstribusi baik demi mewujudkan cita-cita besar Indonesia yaitu sebagai poros maritim dunia. Pendidikan maritim dalam pembangunan nasional Indonesia dalam rangka mencapai kemakmuran dan kejayaan Indonesia sebagai negara maritim. Apa yang disebut sebagai pendidikan maritim di sini adalah pola pikir (pattern of thought), cara pandang terhadap diri dan lingkungannya sebagai bangsa dan negara maritim yang akan mempengaruhinya dalam berpikir (kognitif), bersikap (afektif), dan bertingkah laku (konatif) (Sulistiyono, 2016). Menurut KBBI, maritim adalah sesuatu yang berkenaan dengan laut; berhubungan dengan pelayaran dan perdagangan laut. Sedangkan Kemaritiman adalah hal-hal yang menyangkut masalah maritim. Menurut Oxford Dictionaries, “Maritime is Connected with the sea, especially in relation to seaborne trade or naval matters”. Dengan demikian kemaritiman adalah bagian dari kegiatan di laut yang mengacu pada pelayaran/ pengangkutan laut, perdagangan (sea-borne trade), navigasi, keselamatan pelayaran, kapal, pengawakan, pencemaran laut, wisata laut, kepelabuhanan baik nasional maupun internasional, industri dan jasajasa maritime (Siswanto, 2018).
beratkan pada moda transportasi laut/air. Dan mereka juga menyadari bahwa antara halaman dan rumah harus disatukan. Dengan cara mereka sendiri usaha-usaha penyatuan itu dilakukan, baik melalui peraturan yang menggambarkan kedaulatan di laut, maupun dengan menjalin persahabatan dengan kerajaan lain di seberang laut. Entah sejak kapan nenek moyang bangsa Indonesia mengenal pembuatan perahu. Hanya sedikit data arkeologi maupun sejarah yang berhasil mengungkapkan tentang hal itu. Satu-satunya data arkeologi yang sedikit mengungkapkan teknologi pembangunan perahu adalah lukisan gua, seperti yang ditemukan di Gua Niah (Serawak) dan Pulau Muna (Sulawesi Tenggara). Di situ dapat dilihat bagaimana bentuk perahu pada masa prasejarah, yang pada masa itu dapat dikatakan masih sangat sederhana seperti halnya perahu pada masyarakat sederhana masa kini. Sebatang pohon yang mempunyai garis tengah batang cukup besar ditebang, kemudian bagian tengahnya dikeruk dengan menggunakan alat sederhana, misalnya beliung dari batu. Tampaknya mudah, tetapi dalam kenyataannya cukup sulit. Dinding perahu harus dapat diperkirakan tebalnya, tidak boleh terlampau tebal atau terlampau tipis. Badan perahu tidak boleh mudah pecah atau bocor apabila terantuk karang atau kandas di pantai yang keras. Apabila bentuk dasar sudah selesai, barulah diberi cadik di sisi kiri dan kanan badan perahu. Perahu jenis ini dinamakan perahu lesung atau sampan, panjangnya kira-kira 3-5 meter dan lebar sekitar 1 meter. Berdasarkan pada data arkeologis, temuan-temuan berupa penggunaan perahu banyak ditemukan dalam bentuk visual baik berupa goresan, pahatan, lukisan, relief dalam bentuk dua dimensi atau dalam bentuk tiga dimensi atau perahu itu sendiri sebagai sejarah dari perkembangan pola hidup nelayan. Beberapa data di jaman prasejarah yaitu pada masa belum mengenal tulisan bagi keseluruhan masyarakat di Indonesia, ini dihitung mulai masa perkembangan awal, masa batu tua (paleolitik), masa batu tengah (epipaleolitik) atau masa batu muda (neolitik) bahkan masa perkembangan keahlian penuangan logam (masa perunggu besi). Data lainnya lagi berkenaan dengan perahu ditemukan di sepanjang teluk Seleman (Pulau Seram Utara) yaitu berupa lukisan-lukisan yang dicat dengan warna merah dan putih di gua-gua batu. Gambar-gambar atau lukisan perahu tersebut bersamaan dengan beberapa lukisan telapak tangan manusia dan cap tangan kidal. Berikutnya terdapat temuan di Pulau
Kei Kecil pada sebuah ceruk di gua-gua pinggir laut dengan menggunakan cat warna merah beberapa gambar perahu, ikan, matahari dan muka manusia. Di tempat itu juga ditemukan sebuah gambar perahu yang dinaiki oleh beberapa orang yang memakai tutup kepala. Dan perahu lainnya yang digambarkan dengan menggunakan layar (atap) dengan bagian haluan dan buritan yang mencuat ke atas. Lukisan perahu yang ditemukan di Pulau Kei ini mirip dengan temuan yang terdapat di Timor Leste (dahulu Timor Timur). Ruy Cinetti yang pada tahun 1963 melakukan penelitian di daerah ini mengatakan bahwa gambar perahu ditemukan bersama-sama dengan gambar manusia, binatang dan matahari. Di sini juga ditemukan sebuah gambar perahu yang berciri kora-kora. Penggunaan perahu secara arkeologis tampaknya dimulai ketika pada masa neolitik atau pada masa tersebut dikenal dengan masa bercocok tanam. Temuan di beberapa tempat onggokan-onggokan sampah kerang atau kyokkenmödinger menunjukkan adanya pemanfaatan hasil laut untuk menambah mata pencaharian bagi manusia, dan menurut analisis pemanfaatan hasil laut menunjukkan adanya penggunaan alat transportasi dengan perahu. Analisis ini dibuktikan dengan adanya gambar-gambar di gua-gua hunian di daerah Sulawesi Selatan, dalam lukisan tersebut menggambarkan sebuah perahu yang sedang dikayuh oleh beberapa orang dengan cat warna merah. Di samping itu ada beberapa perahu yang tampak digambar menggunakan layar. Pada zaman prasejarah, perahu bercadik memainkan peranan yang besar dalam hubungan perdagangan antarpulau di Indonesia dan antara kepulauan di Indonesia dengan daratan Asia Tenggara. Karena adanya hubungan perdagangan dengan Asia Tenggara daratan dan Tiongkok, terjadi tukar menukar informasi teknologi dalam segala bidang, misalnya dalam pembangunan candi, pembangunan kota, dan tentu saja pembangunan perahu. Di seluruh perairan Nusantara, banyak ditemukan runtuhan perahu yang tenggelam atau kandas. Dari runtuhan itu para pakar dapat mengidentifikasikan teknologi pembangunannya. Para pakar telah merumuskan teknologi tradisi pembangunan perahu berdasarkan wilayah budayanya, yaitu Wilayah Budaya Asia Tenggara dan Wilayah Budaya Tiongkok. Termasuk juga Suku bangsa Laut adalah Suku Sekak. Merupakan suku bangsa yang mendiami pesisir sepanjang pesisir utara Pulau Bangka. Sebagian besar suku bangsa ini masih menganut kepercayaan animisme dan dinamisme. Namun ada juga akhir-akhir ini yang sudah menganut agama Islam dan Kristen. Ciri khas suku bangsa ini adalah mereka selalu
Asrini, T.N., 2019. PENDIDIKAN MARITIM MEMBANGUN JATI DIRI INDONESIA SEBAGAI NEGARA MARITIM. Academia Journal Chairunnisa, I., Rijanta, R. and Baiquni, M., 2019. Pemahaman Budaya Maritim Masyarakat Pantai Depok Kabupaten Bantul. Media Komunikasi Geografi , 20 (2), pp.199- 210. Salim, A., 2021. Pengaruh Kesadaran Budaya Maritim Masyarakat Terhadap Semangat Bela Negara. Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) , 9 (3), pp.263- 280. Wiranto, S., 2020. Membangun Kembali Budaya Maritim Indonesia Melalui Kebijakan Kelautan Indonesia dengan Strategi Pertahanan Maritim Indonesia: Perspektif Pertahanan Maritim. Jurnal Maritim Indonesia (Indonesian Maritime Journal) , 8 (2), pp.1- 16.