



Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
berisi penjelasan psikologi tentang ilmu jiwa dan belum masuk pada ilmu perilaku.
Typology: Lecture notes
1 / 5
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Pandangan Para Filsuf tentang Jiwa di Zaman Hellenis dan Abad Pertengahan Oleh : Faiz Badridduja, 20200011055 A. Periode Hellenistik Setelah periode SPA (Socrates, Plato dan Aristoteles),mutu filsafat -menurut Mayer- semakin merosot dengan menunjukkan kemunduran yang signifikan, hal itu terjadi karena sejalan dengan perkembangan politik saat itu dimana Alexander memporakporandakan banyak imperium kecil dan membangun kerajaannya sendiri hingga diberi gelar sang agung (the great). Pada Periode Hellenistik ini banyak disaksikan reaksi-reaksi yang menetang metafisika, filsafatnya lebih memusatkan perhatian pada masalah-masalah etika dan pengetahuan-pengetahuan khusus, istilah hellenisme sendiri itu merujuk kepada bahasa yunani yang berarti berbicara atau berkelakuan seperti orang yunani. Sedangkan menurut Eksiklopedia Americana (14:70), sesorang bisa dikatakan hellene bila ia berbicara dan menggunakan budaya yunani dimanapun ia berada. Istilah ini mulai digunakan di abad ke-19 sejak diperkenalkan oleh sejarawan Jerman bernama Droysen untuk menunjukkan periode dimana era itu dimulai sejak meninggalnya Alexander yang Agung (tahun 323 SM) sampai kira-kira tahun 30 SM. Dengan kata lain, zaman itu dimulai sejak wafatnya Aristoteles (322 SM) sampai zaman Philo (20 SM – 54 M) alias permulaan berkembanganya agama Kristen. Para filsuf yang terkenal di periode ini diantaranya kelompok Sinisisme, kaum Cyrenaic, Paripatetic, Epicureanisme, Stoisisme, Skeptisisme, dan seorang tokoh bernama Philo. Pemikiran-pemikan Filsuf periode hellenistik tentang psikologi dapat disimpulkan sebagai berikut :
Permulaan Abad Pertengahan barangkali dimulai sejak kelahiran Plotinus ( M) dan berakhir sejak kemunculan Rene Descartes di era Renaissance dan beralih ke periode filsafat modern.
Jiwa –dalam pengertian Aquinas- ialah kapasitas intelektual (pikiran) dan kegiatan vital kejiwaan, oleh karena itu disimpulkan darinya manusia adalah makhluk berakal dan konsekuensinya adalah jiwa harus membimbing raga karena ia lebih tinggi daripada raga. Akan tetapi –berlawanan dengan Augustinus- Jiwa itu bergantung kepada raga, sebab kegiatan yang dilakukan oleh tubuh itu mempengaruhi jiwa yang terdapat di dalamnya. Aquinas membagi jiwa ke dalam tiga tipe ; (a) jiwa vegetatif yang hanya mengatur tumbuhan, (b) jiwa sensitif yang hanya mengatur kehidupan hewan, (c) dan jiwa rasional yang mengatur kehidupan manusia, jiwa yang rasional inilah –yang menurut Aquinas- yang merupakan manifestasi kehidupan yang tertinggi serta menyuguhkan supremasi intelek di atas benda (tumbuhan) dan hewan atau binatang ,secara ekplisit terlihat mirip dengan teori Aristoteles. Sekalipun jiwa itu satu, tapi kemampuannya itu terbagi tiga yaitu kemampuan mengindra ( sensation ), kemampuan berpikir ( reason ), dan nafsu ( appetite ) yang mencakup kemauan atau berkehendak atau berkeinginan. Sedikit berbeda dengan Augustinus tentang kegiatan pokok jiwa (dalam teori the cosmic trinity ). Meski pendapatnya itu sama dengan Plato dan Augustinus tentang jiwa itu immaterial , tapi cara pembuktiannya itu berbeda, menurut Aquinas bukti yang menunjukkan bahwa jiwa itu immaterial adalah karena ia mampu memikirkan objek- objek immaterial pula serta memiliki kemampuan untuk memikirkan hal-hal yang bersifat universal. Kedudukan jiwa dalam badan itu hanya ketergantungan yang bersifat ekstrinsik, konsekuensinya adalah Aqunas harus mempertahankan bahwa jiwa Immortal (abadi), argumentasi yang digunakan dalam menyimpulkan bahwa jiwa itu tidak dapat rusak adalah ; penyebab kerusakan itu ada dua, dari dalam (dirinya sendiri) dan dari luar, (1) jiwa adalah form , artinya memberi kehidupan pada matter (raga) yang lantas mengaktual, pemberi kehidupan tidak boleh rusak karena dirinya sendiri jadi itu tidak mungkin, ketika raga rusak maka jiwa akan memisahkan diri.(2) sebab dari luar adalah karena jasad, karena jasad lebih rendah dari dari jiwa, ia mendapatkan form dari jiwa agar bisa mengaktual, maka ketika ia rusak ia tidak mungkin memberi pengaruh (merusak) kepada jiwa.
Daftar Pustaka Ahmad Tafsir Prof, Dr, Filsafat Ilmu , Bandung : Rosda Karya (2003), cetakan kedua belas. Frederick Mayer, A History of Ancient & Medieval Philosophy , New York : American Book Company (1950).