




























































































Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
GgbzjalanabahzhjskakajshsnanNknsjakan s
Typology: Lecture notes
1 / 128
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
DAFTAR ISI i DAFTAR SINGKATAN iii KATA PENGANTAR v KATA SAMBUTAN vi
A Adil AAALAC Association for Assesment and Accreditation of Laboratory Animal Care B Baik BBT Bahan Biologik Tersimpan CIPIH Commission on Intellectual Property Rights, Innovation and Public Health CIOMS Council for International Organizations of Medical Sciences CPOTB Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik CT- Scan Computed Tomography Scan EPK Etik Penelitian Kesehatan ECVAM European Centre for the Validation of Alternative Methods GCP Good Clinical Practice H Hormat IC Informed Consent ICH International Conference of Harmonization IT Information Technology JARKOMNAS Jaringan Komunikasi Nasional KE Komisi Etik KEPK Komisi Etik Penelitian Kesehatan KEPPKN Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional MRI Magnetic Resonance Imaging ORK Organisasi Riset Kontrak P-KEPPKN Pedoman Komisi P-NEPK Pedoman Nasional Etik Penelitian Kesehatan POB Pedoman Operasional Baku PSP Persetujuan Setelah Penjelasan PSEPPKN Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional RCT Randomized Clinical Trial SOP Standard Operational Procedure TDR Tropical Disease Research UNDP United Nation Development Programme UNESCO United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization WHO World Health Organization WMA World Medical Association 3R Replacement , Reduction , Refinement iii
Puji Syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas berkah dan Rahmat-Nya sehingga penyusunan Pedoman dan Standar Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (PSEPPKN) akhirnya dapat diselesaikan. Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) merupakan Komisi yang dibentuk oleh Menteri Kesehatan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2016 tentang Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional, yang tugasnya membantu Menteri Kesehatan dalam pengaturan, pembinaan dan penegakan etik penelitian dan pengembangan kesehatan. Salah satu yang diamanahkan adalah menyusun pedoman nasional di bidang etik penelitian dan pengembangan kesehatan. iv
Buku pedoman ini adalah hasil dari penyempurnaan pedoman etik penelitian kesehatan yang disusun oleh Komisi Nasional Etik Penelitian Kesehatan (KNEPK) yang telah berubah nama menjadi Komisi Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) disesuaikan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan juga perkembangan di bidang penelitian kesehatan, serta peraturan-peraturan terkait etik penelitian kesehatan yang berlaku dilingkup nasional maupun internasional. Saya berharap agar semua pihak yang terkait yaitu peneliti, pengajar dan mahasiswa, serta anggota dan sekretariat lembaga Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK) di seluruh Indonesia dapat memanfaatkan buku ini dalam pelaksanaan penelitian khususnya yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian dan memanfaatkan hewan coba, demi tegaknya etik dalam pelaksanaan penelitian kesehatan. Saya juga berharap pada para akademisi dan pemerhati bidang etik penelitian kesehatan untuk memberikan masukan dan mengkritisi buku pedoman ini untuk penyempurnaan di masa yang akan datang. Ucapan selamat dan apresiasi saya sampaikan kepada seluruh anggota Komisi Nasional Etik Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Nasional (KEPPKN) beserta para pakar dan semua pihak yang berkontribusi dalam penyusunan buku pedoman ini. Peran dan dukungan semua pihak sangat penting untuk terlaksananya penelitian kesehatan yang menjunjung tinggi etika dalam pelaksanaan penelitian khususnya, dan secara umum mendukung dalam pembangunan derajat kesehatan di Indonesia. Semoga buku ini bermanfaat. Selamat bekerja. Jakarta, September 2017 Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan dr. Siswanto, MHP., DTM. vi
Perkembangan ilmu kesehatan dipacu dan diarahkan oleh penelitian kesehatan. Sebelum hasil penelitian dapat dimanfaatkan dengan aman dan efektif untuk kesehatan manusia, diperlukan penelitian dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Manusia yang bersedia menjadi subjek penelitian mungkin akan mengalami ketidaknyamanan dan rasa nyeri serta terpapar terhadap berbagai macam risiko. Antisipasi dugaan atas risiko termasuk fisik, sosial, ekonomi dan psikologis terkait dengan partisipasi dalam penelitian harus cermat dan sistematis dijelaskan. Risiko sosial mungkin sangat penting dan dapat mencakup stigma, diskriminasi, hilangnya rasa hormat, atau cemoohan publik. Tingkat keparahan risiko, mungkin berbeda dari budaya ke budaya. Perkembangan etik penelitian bertumpu pada isu pokok mengenai rasional (pemikiran) dan metode telaah etik dalam penelitian, dalam konteks dan kerangka kerja untuk membahas berbagai isu yang lebih spesifik. Pertimbangan sifat, nilai, dan fakta sejarah terjadinya skandal penelitian, mendorong pengembangan kode etik dan sistem etik serta mekanisme kontrol etika penelitian secara universal. Studi kasus digunakan untuk mengeksplorasi jenis pertimbangan etik yang biasa muncul dalam kaitannya dengan penelitian yang didukung dengan konsep teori moral dan aplikasinya sehingga melahirkan peran komisi etik penelitian kesehatan (KEPK). Tantangannya adalah deskripsi definisi penelitian universal yang mencakup beragam kegiatan. Perbedaan penelitian dari kegiatan lain seperti audit atau jurnalisme yaitu menghasilkan informasi (baru), pengetahuan, pemahaman, baik kognitif yang relevan, dan melakukannya dengan cara yang sistematis. Suatu penelitian yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek dapat diterima secara etik apabila berdasarkan metode ilmiah yang valid. Penelitian yang tidak valid secara ilmiah mengakibatkan peserta penelitian atau komunitasnya mendapat risiko kerugian atau tidak ada manfaatnya. Berbagai argumen membuktikan berharganya nilai ekstrinsik ilmu pengetahuan yang dihasilkan, contohnya: a) penelitian yang membawa kualitas hidup lebih baik dan peningkatan kesejahteraan, dan b) banyak kehidupan manusia telah diselamatkan sebagai hasil/produk penelitian. Contoh nilai intrinsik adalah lahirnya pengetahuan atau pemahaman tentang fenomena dunia yang dirasakan manfaatnya secara langsung atau memerlukan waktu
Dalam perkembangan selanjutnya, EPK memasuki era pengaturan mandiri ( self regulation ) dan ditemukan banyak pelanggaran EPK. Pada masa lampau pernah terjadi orang memanfaatkan narapidana; tahanan; penghuni panti werda, panti orang miskin, panti anak yatim-piatu, tempat pengasuhan anak dengan gangguan mental; tentara; polisi; dan mahasiswa sebagai subjek penelitian. Subjek penelitian terkadang dikerahkan atas dasar perintah atau dengan paksaan. Tidak terdapat kesukarelaan dan juga tidak dimintakan Persetujuan Sesudah Penjelasan (PSP, informed consent ) sebelum ikut serta sebagai subjek penelitian. Pelanggaran EPK selama era pengaturan mandiri terbongkar secara sensasional pada pengadilan dokter Nazi Jerman di kota Nuremberg. Mereka dinyatakan bersalah karena telah melakukan dengan paksaan percobaan kedokteran pada tahanan kamp konsentrasi. Sebagai reaksi diterbitkannya Kode Nuremberg, yaitu dokumen EPK internasional pertama. Kode Nuremberg mengandung peraturan fundamental dan universal untuk melindungi integritas subjek penelitian. Secara khusus menekankan persetujuan secara sukarela ( voluntary consent ) terhadap subjek penelitian. Masyarakat ilmiah kesehatan gempar dan malu tetapi tidak banyak perubahan dan penelitian kesehatan masih terus berlangsung seperti sediakala. Banyak dokter menganggap bahwa penelitian yang dilakukannya dengan itikad baik tidak ada kaitannya dengan kejahatan yang dilakukan para dokter Nazi di masa lalu. Peristiwa kedua yang menggemparkan dunia dan mempermalukan masyarakat ilmiah kesehatan terjadi pada tahun 1972 dengan terbongkarnya the Tuskegee Syphilis Study. Sejak 1930, selama 42 tahun, berlangsung suatu penelitian dengan tujuan mempelajari perjalanan alamiah ( natural course ) penyakit sifilis. Secara ringkas, terjadi suatu pelanggaran berat dalam etik penelitian pada saat penelitian sedang berlangsung. Pelanggaran tersebut adalah selama penelitian berlangsung, tidak memberikan penisilin ketika ditemukan sebagai obat yang sangat poten untuk mengobati sifilis, dan penelitian tidak dihentikan. Sebagai tindak lanjut, Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan AS membentuk suatu komisi yang menyampaikan laporan akhir yang dikenal sebagai The Belmont Report pada tahun 1976. Pada laporan Belmont diutarakan 3 prinsip etik yaitu (1) menghormati harkat dan martabat manusia ( respect for persons ), (2) berbuat baik ( beneficence ), dan (3) keadilan ( justice ). Laporan Belmont juga menetapkan bahwa setiap lembaga yang melakukan penelitian kesehatan dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian diwajibkan memiliki Komisi Etik Penelitian Kesehatan (KEPK).
KEPK antara lain bertugas menelaah proposal penelitian untuk memberikan persetujuan etik ( ethical approval ). Tanpa persetujuan etik dari KEPK, penelitian tidak boleh dimulai. Dengan perkembangan tersebut, etik penelitian kesehatan memasuki era baru dengan pengaturan dari luar masyarakat ilmiah kesehatan, yang disebut era EPK dengan External Codified Requirements. Dengan ketiga prinsip tersebut dan keberadaan KEPK tampaknya EPK dapat terus berkembang dalam suasana tenteram. Ketenteraman dunia penelitian kesehatan dengan keberadaan ketiga prinsip etik itu tidak bertahan lama karena terjadi perubahan mendasar. Hampir semua penelitian klinis dilakukan di negara industri oleh peneliti setempat dengan subjek penelitian manusia atau masyarakat setempat. Dengan cara ini tidak ditemukan perbedaan budaya dan tingkat perkembangan sosial-budaya yang bermakna dan antar unsur-unsur penelitian klinis. Sejak tiga dasawarsa yang lalu, menghadapi ancaman pandemi HIV/AIDS, uji klinik obat dan vaksin dilakukan dengan mengikutsertakan negara berkembang. Akibat perluasan penelitian klinis terjadi pembauran subjek penelitian dan masyarakat dengan perbedaan budaya dan tingkat perkembangannya, sehingga dapat timbul gangguan komunikasi antar unsur-unsur penelitian klinis yang mengancam inti EPK, yaitu melindungi subjek penelitian klinis. Pembauran budaya dinyatakan dalam pedoman-pedoman internasional tetapi tidak dibahas karena menyinggung masalah sensitif berkaitan dengan perbedaan negara miskin dan kaya. Kode etik dan pedoman adalah sarana atau media untuk membangun dan mengartikulasikan nilai-nilai yang merupakan kewajiban lembaga atau praktisi profesi. Beberapa kode etik ini hanya memiliki status sebagai saran, lainnya merupakan peraturan bagi profesi tertentu. Kendala hukum di beberapa jenis penelitian juga ditemukan. Perbedaan ruang lingkup, status dan tujuan dokumen-pedoman, memerlukan pembahasan mendalam. Hubungan antara kode etik, praktek etik dan hukum meliputi: a) evaluasi etik bukan semata-mata persoalan 'penerapan' kode etik atau aspek hukum; b) panduan yang jelas tidak mudah diberikan ketika dihadapkan pada kasus yang kompleks; c) pembahasan aspek legalitas usulan penelitian tergantung pada persepsi KEPK, dan d) isi pedoman tertentu mungkin kontroversial dan / atau bertentangan dengan pedoman lainnya (internal atau eksternal). Beberapa argumen menekankan terjadinya penelitian yang tidak etis sebenarnya banyak, sehingga terdapat anggapan bahwa regulasi kehadiran KEPK merupakan “reaksi berlebihan” terhadap perilaku skandal yang sebenarnya langka dalam penelitian.
Pedoman KEPPKN dimulai dengan menyampaikan pemikiran dasar penyusunan pelanggaran etik dan prinsip etik. Bab-bab di buku pedoman ini menyampaikan dan menjelaskan standar kelaikan usulan protokol penelitian dari pedoman EPK internasional yang telah dipilih sesuai keperluan dan prioritas pembangunan kesehatan Indonesia. Perlu disadari bahwa banyak konsep EPK internasional lahir dan dikembangkan berdasarkan budaya barat (paradigma barat) yang dalam penerapannya perlu disesuaikan dengan budaya dan perkembangan sosial rakyat Indonesia. Dengan demikian Pedoman KEPPKN 2017 tidak lagi semata merupakan terjemahan pedoman EPK internasional tetapi menjadi P-KEPPKN yang sesuai dengan lingkup budaya Indonesia.
A. Pelanggaran Etik Banyak sumbangan bermakna dari ilmu kesehatan yang telah memungkinkan umat manusia meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraannya. Sebelum ilmu kedokteran modern lahir pada akhir abad ke-19, orang sakit diobati dengan menggunakan obat atau cara pengobatan yang menurut pengalaman dianggap paling aman dan berkhasiat. Pemilihan obat atau cara pengobatan yang paling aman dan berkhasiat dilakukan dengan mencoba-coba saja ( trial and error ). Pengetahuan tentang obat dan cara pengobatan tersebut mulai berubah pada jaman perkembangan ilmu kedokteran selanjutnya. Penggunaan metode ilmiah dan desain percobaan yang lebih canggih, ilmu kedokteran dapat berkembang dengan cepat. Namun metode ilmiah tersebut belum diikuti kesadaran tentang etik penelitian kesehatan yang benar. Sekitar 60 tahun yang lalu, pemahaman, kesadaran masyarakat ilmiah kesehatan, dan pengetahuan tentang etik penelitian kesehatan masih sangat terbatas sehingga perlindungan subjek penelitian tidak mendapat perhatian dari sisi etik penelitian kesehatan. Pada waktu itu sebagai subjek penelitian sering digunakan penderita penyakit jiwa, anak yatim- piatu, narapidana, tunawisma, mahasiswa, polisi, tentara, atau kelompok rentan lain yang tidak punya suara. Subjek penelitian dikerahkan dengan sedikit-banyak ancaman, paksaan, janji dan kemudahan, atau bayaran. Tidak diragukan bahwa para dokter atau peneliti kesehatan lainnya melakukan penelitian mempunyai itikad baik, tetapi dengan pemahaman etik penelitian kesehatan sekarang, yang dilakukan para dokter saat itu tidak dapat dipertanggung-jawabkan secara etik penelitian kesehatan. Penelitian kesehatan dapat dilaksanakan dengan berbagai macam cara kerja mulai dengan metode in-vitro , memanfaatkan bahan hidup seperti galur sel dan biakan jaringan, menggunakan hewan percobaan, dan akhirnya dengan mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Manusia yang bersedia menjadi subjek penelitian demi kebaikan sesama manusia mungkin akan mengalami risiko ketidaksenangan, ketidaknyamanan, dan bahkan mungkin juga ancaman terhadap kesehatan dan kehidupannya.
Dalam pasal 7 Convenant secara khusus ditegaskan bahwa “ No one shall be subjected to torture or to cruel, inhuman and degrading treatment or punishment. In particular, no one shall be subjected without his free consent to medical or scientific experimentation ”. Pasal 7 tersebut menegaskan perlindungan hak asasi manusia dan kesejahteraan setiap manusia yang ikut serta sebagai subjek penelitian kesehatan. Perkembangan fundamental lainnya terjadi pada tahun 1964, pada sidang General Assembly, World Medical Association (WMA, Ikatan Dokter Sedunia) di kota Helsinki ditetapkan the Declaration of Helsinki tentang Ethical Principles for Medical Research Involving Human Subjects. Deklarasi Helsinki adalah dokumen fundamental internasional tentang etik penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Sejak penetapannya pada tahun 1964, Deklarasi Helsinki telah delapan kali dimutakhirkan pada sidang General Assembly, World Medical Association dengan penambahan amandemen mengikuti perkembangain ilmu kesehatan khususnya yang tidak etis yaitu tahun 1975 di Tokyo, 1983 di Venice, 1989 di Hongkong, 1996 di Sommerset West, 2000 di Edinburg, 2002 di Washington, 2004 di Tokyo, dan terakhir 2008 di Seoul. Deklarasi Helsinki telah dimanfaatkan secara luas untuk perumusan legislasi internasional, regional dan nasional, dan merupakan pedoman bagi para dokter dan tenaga kesehatan untuk secara etis rnelaksanakan penelitian kesehatan pada subjek manusia. Perlu diperhatikan bahwa WMA baru membahas etik penelitian kesehatan pada tahun 1964, yaitu 17 tahun sesudah the Doctor's trial saat terbitnya Kode Nuremberg. Hal ini menunjukkan lagi lambannya perubahan sikap masyarakat ilmiah kesehatan yang masih tetap berpendapat bahwa Kode Nuremberg tidak untuk mereka, tetapi secara khusus ditujukan hanya kepada para dokter Nazi Jerman. Skandal pelanggaran etik bukan hanya terjadi pada saat Perang Dunia II saja, tetapi juga di negara lainnya. Contoh terkenal tentang lamban dan sulitnya masyarakat ilmiah kesehatan sadar tentang pelanggaran etik penelitian kesehatan adalah peristiwa Tuskegee Syphilis Study. Studi Tuskegee dilakukan oleh Tuskegee Institute di Macon Country, Alabama, Amerika Serikat, bertujuan mempelajari perkembangan alamiah penyakit sifilis. Sebanyak 82 persen penduduk Mason terdiri atas orang kulit hitam yang miskin sehingga studi tidak lepas dari permasalahan konflik rasial, yang waktu itu masih sangat dominan.
Survei pendahuluan menemukan terjadinya epidemi sifilis, dimana 36 persen penduduk menderita sifilis. Selama studi berjalan (1930-1972) pada 400 penderita sifilis dengan secara sengaja dan terencana, sesuai protokol studi, obat yang sangat efektif (penisilin G) sengaja tidak diberikan supaya perkembangan alamiah penyakit sifilis dapat diamati dan dipelajari. Baru pada tahun 1972 Studi Tuskegee terbongkar oleh Jean Heller, seorang wartawati The Associated Press dan menjadi berita utama berbagai koran di seluruh Amerika Serikat. Pada 16 November 1972, studi itu secara resrni dihentikan oleh Menteri Kesehatan Casper Weinberger dan diselesaikan di luar sidang pengadilan dengan pembayaran kompensasi. Saat penelitian dihentikan tercatat 28 penderita meninggal dengan penyebab langsung karena sifilis, 100 orang penderita meninggal karena komplikasi sifilis, 40 isteri tertular sifilis, dan 19 anak lahir cacat karena sifilis. Akhirnya pada 11 Mei 1997, Presiden Clinton secara resmi meminta maaf untuk skandal itu. B. Prinsip Etik Setelah terjadinya skandal tersebut, pada tahun 1976 Departemen Kesehatan, Pendidikan dan Kesejahteraan Amerika Serikat melahirkan The Belmont Report yang merekomendasikan tiga prinsip etik umum penelitian kesehatan yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Secara universal, ketiga prinsip tersebut telah disepakati dan diakui sebagai prinsip etik umum penelitian kesehatan yang memiliki kekuatan moral, sehingga suatu penelitian dapat dipertanggung-jawabkan baik menurut pandangan etik maupun hukum. Ketiga prinsip etik dasar tersebut adalah sebagai berikut:
Setelah tahun 1976 dengan Belmont Report , perkembangan selanjutnya di bidang etik penelitian kesehatan baru terjadi di awal abad 21 dengan waktu yang relatif lebih singkat dibanding periode sebelumnya. Namun masyarakat ilmiah kesehatan secara eksplisit tidak banyak menyebut Belmont Report , karena beranggapan bahwa tim penyusun laporan ini bukan tim indepeden yang dibentuk oleh satu negara dan anggotanya tidak bersifat internasional. Pada tahun 2000, World Health Organization (WHO) menerbitkan buku Operational Guidelines for Ethics Committees that Review Biomedical Research. Pedoman WHO tersebut menjelaskan secara rinci tujuan dan cara pembentukan komisi etik penelitian serta proses penilaian etik protokol penelitian kesehatan. Selain itu juga diatur tentang independensi keanggotaan dan prosedur kerja, termasuk aplikasi protokol penelitian dan proses pengambilan keputusan. Dokumen tersebut merupakan pedoman kunci untuk membentuk KEPK dan menentukan prosedur kerjanya. Pada tahun 2002, Council for International Organizations of Medical Sciences (CIOMS) adalah organisasi internasional non-pemerintah yang berafiliasi resmi dengan WHO menerbitkan panduan The International Ethical Guidelines for Biomedical Research Involving Human Subjects. Panduan ini memuat 21 butir pedoman berbagai aspek etik penelitian kesehatan khususnya penelitian biomedis yang mengikutsertakan manusia sebagai subjek penelitian. Pedoman CIOMS 2002 memberi perhatian khusus pada penerapan Deklarasi Helsinki di berbagai negara sedang berkembang untuk digunakan bagi perumusan kebijakan penerapan standar etik penelitian kesehatan sesuai keadaan setempat. Pada tahun 2008 CIOMS menerbitkan kembali panduan lain yaitu The International Ethical Guidelines for Epidemiological Studies yang merupakan revisi CIOMS 2001 yaitu The International Guidelines for Ethical Review of Epidemiological Studies. Kalau terbitan tahun 2002 ditujukan lebih ke etik penelitian bidang biomedis, terbitan tahun 2008 ditujukan pada penelitian epidemiologis. Secara garis besar kedua terbitan tersebut mempunyai butir-butir pedoman yang sama, tetapi pada terbitan 2008 terdapat berbagai contoh penelitian epidemiologis dan penelitian biomedis. Bila terbitan 2002 terdapat 21 butir pedoman, terbitan 2008 terdapat 24 butir pedoman. Tiga butir tambahan pedoman yaitu tentang pengungkapan dan pengkajian potensi konflik kepentingan ( conflict of interest ) (Bab 22), penggunaan internet dalam penelitian epidemiologi (Bab 23), dan penggunaan bahan biologik tersimpan (BBT) dan data terkaitnya (Bab 24). Panduan CIOMS 2008 diperbaharui dengan CIOMS 2016.
Kesadaran tentang pentingnya perlindungan subjek penelitian juga dilakukan oleh UNESCO, yaitu badan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bergerak di bidang ekonomi, sosial dan pendidikan. Pada tahun 2005 UNESCO mengadopsi kerangka prinsip dan prosedur universal di bidang bioetik. Ada 28 pedoman dalam bioetik yang sejalan dengan prinsip etik umum. Beberapa di antaranya adalah kemandirian dan hak asasi manusia ( human dignity and human rights ), manfaat dan potensi risiko ( benefit and harm ), otonomi dan tanggung jawab pribadi ( autonomy and individual responsibility ), dan persetujuan ( consent ). Dengan mempelajari perkembangan etik penelitian kesehatan di dunia sejak awal hingga saat ini dapat diperoleh gambaran menyeluruh tentang etik penelitian kesehatan dalam upaya perlindungan manusia yang menjadi subjek penelitian. C. Prinsip dan Kerangka Etik Pendekatan etika konsekuensialis (teori konsekuensialis) berpendapat bahwa kebenaran atau kesalahan atau tindakan ditentukan oleh konsekuensi aktual dari perbuatan itu beserta kemungkinannya. Sebuah versi populer konsekuensialisme adalah utilitarianisme yang diprakarsai oleh John Stuart Mill. Dalam utilitarianisme ini benar atau salahnya suatu tindakan itu tergantung dari manfaat (utilities) dari tindakan itu. Sebuah tindakan itu harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi semakin banyak orang. Sebagian besar argumen yang mendukung penelitian dalam studi kasus berbasis konsekuensi yakni penelitian bernilai karena mempunyai manfaat. Beberapa argumen terhadap penelitian juga berbasis konsekuensi dimana terjadi ketidakpastian sehubungan dengan risiko yang berbahaya. Sangat mungkin bahwa pendekatan hanya berdasarkan azas manfaat untuk pembuatan keputusan etis dari sisi peneliti, belum mencerminkan keadilan yang sebenarnya. Oleh karena itu perlu juga mempertimbangkan pandangan moral lainnya khususnya kepentingan individu supaya tidak bertentangan dengan kepentingan masyarakat. Benar dan tidaknya suatu tindakan tidak hanya ditentukan oleh konsekuensinya tapi juga tergantung pada motivasi dan cara dari tindakan itu sendiri. Bisa terjadi suatu tindakan itu motivasinya baik tetapi caranya salah, maka tindakan itu salah. Kebalikannya juga bisa terjadi, motivasinya buruk tetapi caranya baik maka tindakan itu juga salah. Ada aliran etika lain yang bertolak belakang dengan konsekuensialis yakni ' deontologis '.