










Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Dalam makalah ini memuat materi tentang negara dan konstitusi di Indonesia
Typology: Essays (high school)
1 / 18
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
(Bagian 2) Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan Dosen : Prof. Dr. Hj. Neti Kamati, M.Pd. Disusun oleh : Rizki Tania Fitriani (1107623041) Shandy Nisrina Putri (1107623076) Shifaa Qurratu Aini (1107623071) Febyarni Resvatina (1107623039)
i
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena hanya karena berkat dan rahmat-Nya makalah kami yang berjudul Negara dan Konstitusi (bagian 2) dapat selesai tepat waktu dan dapat memenuhi tugas akhir di mata perkuliahan Pendidikan Kewarganegaraan Makalah ini disusun penulis semaksimal mungkin dengan arahan dari Prof. Dr. Hj. Neti Kamati, M.Pd. selaku dosen mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan, sehingga penulisan makalah ini dapat selesai tepat waktu dan lancar. Untuk itu kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari itu semua, kami menyadari masih banyak kesalahan dalam penulisan dan penyusunan makalah ini baik dari susunan kata maupun tata bahasanya. Oleh karena itu, penulis sangat menerima saran dan kritik dari pembaca sebagai bahan intropeksi penulis agar lebih baik lagi dalam penulisan makalah selanjutnya. Kami berharap makalah ini dapat membuka wawasan baru untuk para pembaca tentang negara dan konstitusinya, dan kami juga berharap makalah ini dapat membawa manfaat terutama kepada kami agar tujuan pembuatan makalah ini tercapai.
1.1 Latar Belakang Sebagai individu yang bernegara, tentunya kita harus memahami dahulu hakikat suatu negara, bagaimana terbentuknya suatu negara, bentuk dan pemerintahan, sistem kelembagaan serta hubungan antarlembaganya_._ Hal-hal penting tadi sudah dipaparkan pada makalah Negara dan Konstitusi (bagian 2 ). Setelah mempelajari dan memhami poin-poin yang sebelumnya sudah disebutkan, tentunya kita juga harus mempelajari konstitusi suatu negara karena negara dan konstitusi ada hal yang tidak bisa dipisahkan. Konstitusi dalam wacana politik sendiri memiliki dua pengertian, pertama adalah sesuatu yang menjelaskan sistem ketatanegaraan suatu negara dan kumpulan peraturan yang berfungsi sebagai pemebentuk, pengarah atau pengatur pemerintahan suatu negara. Berbeda dengan pengertian yang pertama, konstitusi bagi sebagian besar negara di dunia digambarkan sebagai hasil dari seleksi peraturan yang mengatur pemerintahan tersebut dan telat dikumpulkan ke dalam satu dokumen yang utuh atau ke beberapa dokumen yang berkaitan erat. (Wheare, 2018). 1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
yang terus-menerus agar dapat mengikuti perkembangan zaman, terutama yang menyangkut aspirasi moral dan keinginan hati nurani rakyat Konstitusi dalam konteks suatu negara adalah sebuah aturan sistem politik dan hukum yang muncul dari proses pembentukan pemerintahan negara tersebut, biasanya disusun dalam bentuk dokumen tertulis. Dalam konteks pembentukan negara, konstitusi berisi norma-norma dan prinsip-prinsip yang mengatur entitas politik dan hukum, dengan istilah ini khusus merujuk pada konstitusi nasional yang menetapkan dasar-dasar politik dan hukum, termasuk struktur, prosedur, wewenang, dan kewajiban pemerintah negara secara umum. Konstitusi umumnya menjamin hak-hak bagi warga masyarakatnya. Secara lebih luas, istilah konstitusi dapat mencakup semua hukum yang mengatur fungsi pemerintahan negara. Menurut para ahli hukum, umumnya dipahami bahwa konstitusi memiliki tiga tujuan utama, yaitu keadilan, kepastian, dan kebergunaan. Keadilan mencakup keseimbangan, kepatutan, dan proporsi, sementara kepastian hukum terkait dengan ketertiban dan ketenangan. Sedangkan, kebergunaan diharapkan dapat menjamin bahwa semua nilai-nilai tersebut akan mendorong terciptanya kedamaian hidup bersama. Naskah konstitusi atau Undang-Undang Dasar (UUD) memiliki variasi dalam fleksibilitasnya, yang bisa bersifat luwes (flexible) atau kaku (rigid). Pertimbangan utama untuk menentukan fleksibilitas suatu UUD adalah kemudahan atau kesulitan dalam melakukan perubahan serta cara mengubahnya yang dapat mengikuti perkembangan zaman. Negara-negara seperti Amerika Serikat, Australia, Kanada, dan Swiss cenderung memiliki konstitusi yang kaku, sementara New Zealand dan Kerajaan Inggris dikenal memiliki konstitusi yang lebih fleksibel. Namun, penilaian terhadap fleksibilitas atau ketegasan sebuah UUD tidak hanya berdasarkan pada prosedur formal perubahan, karena kadang-kadang UUD yang kaku pun dapat diubah melalui prosedur di luar ketentuan konstitusi, seperti melalui revolusi. Di sisi lain, UUD yang tergolong fleksibel kadang-kadang cukup diubah dengan proses legislatif biasa, seperti yang terjadi di New Zealand, sementara UUD yang kaku memerlukan prosedur perubahan yang lebih ketat, seperti melalui
lembaga legislatif dengan pembatasan tertentu, referendum langsung oleh rakyat, atau melalui lembaga negara khusus. Meskipun begitu, pada akhirnya, faktor yang menentukan apakah sebuah UUD perlu diubah atau tidak adalah konfigurasi kekuatan politik yang berkuasa pada suatu waktu. Meskipun sebuah UUD mungkin sulit untuk diubah secara formal, jika kekuatan politik menginginkan perubahan, maka perubahan akan terjadi. Sebaliknya, meskipun prosedur perubahan UUD mudah, tanpa dukungan politik yang kuat, UUD tersebut tidak akan mengalami perubahan. Dengan demikian, tolok ukur fleksibilitas atau ketegasan sebuah UUD tidak dapat ditentukan secara pasti hanya berdasarkan mudah atau sulitnya prosedur perubahan, karena pada dasarnya, konstitusi merupakan produk politik, dan faktor kekuatan politiklah yang sangat menentukan apakah konstitusi akan mengalami perubahan atau tidak. Selain itu, konstitusi juga dapat dibagi menjadi formil dan materil, yang sering kali diidentifikasi dengan UUD. Konstitusi formil berkaitan dengan bentuk fisik naskah konstitusi, sementara konstitusi materiil berkaitan dengan substansi dan isinya yang bersifat dasar pokok bagi rakyat dan negara. Sementara konstitusi tertulis dan tak tertulis merupakan istilah yang digunakan untuk membedakan apakah konstitusi tersebut dituangkan dalam satu naskah tertulis atau diatur oleh tradisi dan konvensi. Meskipun ada beberapa negara yang tidak memiliki konstitusi tertulis, seperti Inggris dan Kanada, namun prinsip-prinsip dasar negara tersebut diatur dalam undang-undang biasa dan konvensi. Oleh karena itu, karakteristik suatu konstitusi tidak hanya dilihat dari keberadaan naskah tertulis, namun juga dari substansi dan pengaruhnya dalam mengatur kehidupan negara dan masyarakat. Konstitusi dan negara merupakan dua entitas yang saling terkait dan tidak dapat dipisahkan. Konstitusi memiliki beberapa fungsi utama yang menjadi landasan bagi struktur dan kekuasaan dalam suatu negara. Pertama, konstitusi berfungsi untuk membagi kekuasaan di dalam negara, baik secara vertikal maupun horizontal. Fungsi ini mencakup pembagian kekuasaan antara pemerintah pusat dan daerah, serta antara cabang-cabang pemerintahan seperti eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Kedua, konstitusi membatasi kekuasaan pemerintah atau penguasa dalam
sebagai pemberi pegangan dan pemberi batas, mengatur bagaimana kekuasaan negara dijalankan. Salah satu fungsinya yakni mencegah terjadinya penumpukan kekuasaan pada satu orang atau lembaga. Penumpukan dapat menimbulkan kekuasaan yang bersifat absolut, sehingga menimbulkan kecenderungan tindakan semena-mena oleh pemegang kekuasaan. Konstitusi pada prinsipnya memiliki arti yakni suatu aturan yang mengandung norma-norma pokok, yang berkaitan pada kehidupan negara. Konstitusi dapat mengalami perubahan sesuai dinamika kehidupan masyarakat. Hal ini disebabkan karena suatu konstitusi, walaupun dirancang untuk jangka waktu yang lama, ia selalu akan tertinggal dari perkembangan masyarakat, sehingga pada suatu saat kemungkinan perkembangan itu terjadi, maka konstitusi itu perlu dirubah. Karena itulah pembuat konstitusi menetapkan cara perubahan, ada konstitusi yang dapat dirubah dengan cara yang luwes, dengan pertimbangan bahwa perkembangan tidak perlu mempersulit perubahan konstitusi. Namun ada juga cara perubahan yang kaku, dengan maksud agar tidak mudah pula orang merubah hukum dasarnya. Perubahan tersbut meliputi hal-hal berkaitan dengan aturan tentang anatomi struktur kekuasaan, pembatasan kekuasaan, jaminan perlindungan hak asasi manusia, kekuasaan kehakiman, dan pertanggungjawaban kekuasaan kepada rakyat, dan sebagainya. Sampai saat ini, konstitusi yang berlaku di Indonesia yaitu Undang-Undang Dasar 1945, telah mengalami empat kali perubahan. Perubahan tersebut tentu membawa dampak terhadap struktur dan fungsi lembaga negara Republik Indonesia. (Barus, 2017) Adapun cara yang digunakan untuk mengubah Undang-Undang Dasar atau Konstitusi, memurut K.C. Wheare ada empat, yakni adalah:
Berdasarkan pendapat Herman Heller dapat disimpulkan bahwa Undang- Undang Dasar baru merupakan bagian dari pengertian konstitusi yaitu konstitusi tertulis saja. Seterusnya, ditegaskan oleh Budiardjo (1997: 108), bahwa suatu konstitusi umumnya disebut tertulis, bila merupakan satu naskah, sedangkan konstitusi tidak tertulis adalah tidak merupakan satu naskah dan banyak dipengaruhi oleh tradisi dan konvensi. Sejalan dengan dinamika perkembangan masyarakat pada suatu negara, konstitusi dapat mengalami perubahan. Untuk melakukan perubahan tersebut, tentu saja setiap konstitusi mempunyai cara atau prosedur tertentu dalam menanganinya. Pada sisi lain, konstitusi bukan hanya sebagai kumpulan norma-norma dasar statis yang merupakan sumber ketatanegaraan, tetapi juga memberi ruang untuk mengikuti perkembangan masyarakat dalam suatu negara. Sistem kedua, disebutkan apabila suatu konstitusi diubah, maka yang berlaku tetap konstitusi asli. Perubahan terhadap konstitusi tersebut merupakan amandemen dari konstitusi yang asli tadi. Mengenai prosedur perubahan konstitusi, menurut C.F. Strong (Thaib, 2003: 51), cara perubahan konstitusi itu ada empat macam, yaitu; (1) perubahan konstitusi yang dilakukan oleh pemegang kekuasaan legislatif menurut pembatasan- pembatasan tertentu, (2) perubahan konstitusi yang dilakukan oleh rakyat melalui suatu referendum, (3) perubahan konstitusi yang dilakukan oleh sejumlah negara- negara bagian yang terdapat pada negara berbentuk Serikat, (4) perubahan konstitusi yang dilakukan dalam suatu konvensi atau dilakukan oleh suatu lembaga negara khusus yang dibentuk hanya untuk keperluan perubahan. (Frinaldi & Nurman, 2005) 2.3 Implikasi Perubahan UUD 1945 Terhadap Sistem Ketatanegaraan Sejatinya, konstitusi atau UUD tidak di bawah pengaruh politik seperti yang dikatakan oleh Mac Iver dalam (Ali, 2002). Tetapi dalam penerapannya di Indonesia tidaklah sesuai dengan teori yang disampaikan oleh Mac Iver di atas karena setelah era reformasi, perubahan UUD dipengaruhi oleh kepentingan- kepentingan politik.
b) Pemilihan Umum Secara Langsung Sebelum terjadinya amandemen UUD 1945, sistem perpolitikan di Indonesia didominasi oleh kekuatan tertentu dan cenderung tertutup. Masyarakat tidak memiliki bargaining positiondalam menentukan kebijakan yang diambil. Tidak adanya partisipasi publik menjadikan kekuasaan yang ada sulit untuk di lakukan pengawasan dan cenderung untuk bersifat sewenang-wenang. Tertutupnya rekrutmen para penyelenggara negara ini membuka peluang untuk terjadinya hegemoni kekuasaan. Padahal Moh. Kusnardi dan Harmaily Ibrahim, dalam paham kedaulatan rakyat (democracy) , mengatakan rakyatlah yang dianggap sebagai pemilik dan pemegang kekuasan tertinggi dalam suatu negara. Rakyatlah yang menetukan corak dan cara pemerintahan diselenggarakan. Proses pemilihan umum secara langsung kita rasakan pasca amandemen UUD 1945. pilihan politik pada saat itu menghendaki untuk diadakannya pemilihan umum secara langsung. Konstitusi kita telah mengatur hal ini di dalam pasal 1 ayat 2 UUD 1945yang berbunyi “ kedaulatan adalah di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD”. Apabila kita mempergunakan interpretasi gramatikal dalam membaca Undang-undang ini maka jelas bahwa pemilihan umum harus dilaksnakan secara langsung oleh rakyat. Secara umum ada 2 alasan diadakannya pemilihan secara langsung. Pertama, pemilihan langsung dianggap lebih membuka peluang bagi tampilnya para penyelenggara negara yang sesuai dengan kehendak rakyat sendiri. Alasan kedua adalah untuk menjaga stabilitas pemerintahan agar tidak mudah dijatuhkan ditengah jalan. Dengan adanya pemilihan secara langsung, legitimasi yang dimiliki akan sangat kuat karena harus mempunyai dukungan yang besar dari rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Fakta yang ada di lapangan membuktikan sebelum beralihnya kepada pemilihan langsung oleh rakyat, politik transaksional banyak
mewarnai pengisian jabatan di negeri ini.Selain itu terkadang kebijakan yang diambil oleh lembaga perwakilan rakyat tidak berbanding lurus dengan apa yang menjadi keinginan rakyat secara mayoritas. c) Penguatan sistem Checks & Balances Ketika arus gerakan reformasi berhasil menumbangkan sakralisasi UUD 1945, banyak pula tuntutan dari arus bawah untuk memperbaiki UUD agar ia mampu membangun sitem politik dan ketatanegaraan yangdemokratis. Gagasan ini memiliki urgensi yangsangat kuat, mengingat dalam tiga periode sistem politik ternyata di Indonesia tak pernah lahir sistem politik yang demokratis sehingga selalu menimbulkan korupsi dalam berbagai bidang kehidupan.Ide yang muncul ketika itu adanya sistem dan mekanisme chekcs and balances(saling kontrol dan mengawasi). Check and balancesadalah sebuah mekanisme untuk selalu melakukan pengawasan dan penyeimbangan oleh kekuasaan negara yang ada sesuai dengan fungsi yang diamanatkan oleh konstitusi. Dalam hal kekuasaan negara, penulis menggunakan teori yang pernah dikemukaan oleh montesque dengan trias politikanya yang membagi kekuasaan kedalam 3 bidang, yaitu; a. Kekuasaan eksekutif, pelaksana Undang-undang b. Kekuasaan legislatif, pembuat Undang-undang c. Kekuasaan yudikatif, pelaksana fungsi peradilan DPR sebagai lembaga perwakilan rakyat, dapat memintakan pertanggung jawaban atas setiap kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah. Ketika kebijakan tersebut dirasakan ada10 prosedur yang dilanggar, atau isi dari kebijakan tersebut tidak sesuai dengan harapan masyarakat secara rasional, maka DPR dapat menggunakan hak-haknya sebagai bentuk pengawasan yangdilakukan (interplasi, angket, dan menyatakan pendapat).
Dalam menghayati hak-hak konstitusional sebagai warga negara, kita juga harus mampu menghargai hak-hak orang lain dan tidak melakukan tindakan yang merugikan hak-hak orang lain. Kita harus mampu hidup dalam kerukunan dan saling menghormati satu sama lain. Dalam rangka meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara, pemerintah dapat melakukan berbagai upaya seperti menyelenggarakan kampanye atau sosialisasi mengenai pentingnya konstitusi dan hak-hak konstitusional kepada masyarakat. Selain itu, pendidikan kewarganegaraan juga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kesadaran berkonstitusi warga negara. Dalam kesimpulannya, kesadaran berkonstitusi warga negara sangat penting untuk membangun negara yang demokratis dan berkeadilan. Dengan menghayati hak-hak konstitusional sebagai warga negara, kita dapat menjadi warga negara yang baik dan berkontribusi dalam memajukan negara.(Sukriono, 2018)
3.1 Kesimpulan Konstitusi memiliki peran penting dalam menjaga esensi eksistensi suatu negara dari dampak berbagai perubahan yang terus bergerak dinamis. Perubahan konstusi ini telah membawa implikasi terjadi perubahan terhadap struktur kelembagaan tinggi negara. Perubahan tersebut mempunyai implikasi terjadinya pergeseran kekuasaan lembaga negara, ada lembaga negara baru, dan ada lembaga negara yang tetap ada serta ada lembaga negara yang dihapuskan. Perubahan UUD 1945 tersebut dimaksudkan untuk terdapat check and balances antara eksekutif, legislatif dan yudikatif. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (UUD 1945) dalam Proses sejarah, telah melalui 4 tahapan perubahan yakni adalah: