Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

BAMBOELAND: A Sustainable Ecotourism Model for Ngada, Indonesia, Schemes and Mind Maps of Business Economics

This document proposes bamboeland, a sustainable ecotourism model for ngada, indonesia, leveraging the region's abundant bamboo resources. It outlines a green mix marketing strategy, incorporating green product, green price, green places, and green promotion, to promote eco-friendly bamboo products and sustainable tourism practices. The model aims to enhance local livelihoods, preserve the environment, and contribute to the indonesian government's vision for sustainable economic development.

Typology: Schemes and Mind Maps

2023/2024

Uploaded on 03/20/2025

gizella-jufeliend
gizella-jufeliend 🇮🇩

1 document

1 / 14

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
EKONOMI
LOMBA ESAI PENALARAN BERKARYA 2023
UNIT KEGIATAN MAHASISWA PENALARAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
BAMBOELAND: IMPLEMENTASI GREEN MIX MARKETING DALAM
STRATEGI PEMASARAN DESA EKOWISATA SEBAGAI INOVASI
MENGENALKAN POTENSI BAMBU DI NGADA, NTT
GUNA MENCAPAI INDONESIA EMAS 2045
Disusun Oleh
Gizella Jufeliend
Dewi Shinta
UKM PENALARAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9
pfa
pfd
pfe

Partial preview of the text

Download BAMBOELAND: A Sustainable Ecotourism Model for Ngada, Indonesia and more Schemes and Mind Maps Business Economics in PDF only on Docsity!

EKONOMI

LOMBA ESAI PENALARAN BERKARYA 2023

UNIT KEGIATAN MAHASISWA PENALARAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

BAMBOELAND: IMPLEMENTASI GREEN MIX MARKETING DALAM

STRATEGI PEMASARAN DESA EKOWISATA SEBAGAI INOVASI

MENGENALKAN POTENSI BAMBU DI NGADA, NTT

GUNA MENCAPAI INDONESIA EMAS 2045

Disusun Oleh

Gizella Jufeliend

Dewi Shinta

UKM PENALARAN

UNIVERSITAS AIRLANGGA

PENDAHULUAN

Sejak beberapa dekade, visi “Indonesia Emas 2045” semakin digaungkan dengan berbagai macam ide atau gagasan melalui 4 pilar pembangunan, salah satunya pilar “Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan”. Pilar ini sendiri didasari oleh enam gagasan, salah satunya adalah Percepatan Industri dan Pariwisata. Industri pariwisata telah menjadi sektor penyokong terbesar devisa Indonesia dan penggerak pertumbuhan ekonomi yang inklusif pasca pandemi COVID- (Bappenas, 2019). Kebangkitan industri pariwisata tercermin dari hasil survei Travel and Tourism Competitiveness Index (TTCI) yang dirilis pada World Economic Forum 2022 yang menyatakan bahwa Indonesia menduduki urutan ke-32 dari 117 negara yang sering dikunjungi wisatawan mancanegara. Diperkirakan, kontribusi pariwisata didukung peningkatan jumlah wisatawan mancanegara mencapai hingga 73,6 juta pada tahun 2045. Akan tetapi, perlu digaris bawahi bahwa terjadi ketimpangan terhadap peningkatan jumlah wisatawan yang hanya berpusat pada satu daerah atau provinsi tertentu saja. Akibatnya, data statistik yang dirilis oleh BPS (Badan Pusat Statistik) pada tahun 2022 menunjukkan hasil sebagai berikut mengenai proporsi kedatangan turis terhadap provinsi di Indonesia. Gambar 1. Data Statistik BPS terhadap Proporsi Kedatangan Wisatawan Mancanegara Menurut Provinsi Tujuan Utama di Indonesia (2022)

bagian dari komoditas hasil hutan bukan kayu (Effendi, 2015). Adapun jenis bambu yang berkembang biak dengan pesat di Kabupaten Ngada sebanyak 12 jenis, dengan jumlah terbesar adalah bambu betung ( Dendrocalamus asper ) yang biasa disebut sebagai bambu bheto. Bambu bheto banyak dimanfaatkan sebagai bahan bangunan dan pagar rumah sebab bambu ini memiliki ukuran lingkar batang yang cukup besar dengan diameter 13-16 centimeter dan panjang 25 meter. Data 2018 menunjukkan, bambu betung di Desa Ngada tercatat sebanyak 75. rumpun atau 27.169.214 batang. Ditinjau dari manfaat ekonomis, batang bambu bheto dapat dimanfaatkan sebagai bahan konstruksi rumah, industri kerajinan, industri mebel seperti atap, tangga, jendela, tirai, meja, kursi, anyaman, media pengairan, dan jembatan. Sedangkan dari manfaat ekologis, akar bambu berfungsi sebagai penahan erosi, menangani limbah beracun, meningkatkan volume air bawah tanah, hingga menampung penyimpanan air. Kampus Desa Bambu serta Tingkat PDB Penduduk NTT Menyadari potensi bambu yang terdapat di Desa Ngada, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) bekerjasama dengan Yayasan Bambu Lestari (YBL) mendirikan Kampus Desa Bambu sebagai Desa Ekowisata pada tahun 2021 di daerah Desa Ratogesa, Kabupaten Ngada, NTT. Dengan mengusung mekanisme 4P “ People, Public, Private, Partnership ”, program ini menjadi media masyarakat untuk mengembangkan serta memaksimalkan potensi bambu dari hulu hingga hilir. Di hulu, terdapat pembibitan serta perawatan bambu. Di tengah, terdapat pabrik pengolahan bambu menjadi bahan baku industri sedangkan di hilir dibangun kolaborasi dengan berbagai pihak untuk membuat produk bambu yang inovatif dan bernilai jual. Selain itu, Kampus Desa Bambu ini juga berupaya menyejahterakan warga sekitar dengan program Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) yang memberikan pelatihan pengolahan bambu menjadi kerajinan. Tujuan akhirnya, program Kampus Desa Bambu ini berharap mampu mengubah Kabupaten Ngada menjadi Desa Ekowisata dengan daya tarik potensi bambunya. Meskipun program Kampus Desa Bambu memang menawarkan solusi yang efektif untuk pemberdayaan masyarakat akan pelestarian dan pemanfaatan

bambu, program ini tidak cukup solutif untuk meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar melalui sektor pariwisata. Data Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan produk domestik regional bruto (PDRB) per kapita atas dasar harga berlaku (ADHB) Nusa Tenggara Timur (NTT) hanya sebesar Rp 20,58 juta per tahun pada 2022. Melihat tabel di atas, pendapatan penduduk NTT merupakan yang terendah dibanding 33 provinsi lainnya. Dengan kata lain, pendapatan penduduk NTT hanya sepertiga dari rata-rata pendapatan penduduk Indonesia yakni sebesar Rp 62,2 juta per tahun. Gambar 3. Data Statistik BPS terhadap PDRB per kapita pada tahun 2022 Akar permasalahannya bukanlah ketidakmampuan penduduk untuk mengolah dan melestarikan bambu, melainkan minimnya inovasi produk serta strategi pemasaran yang masih konvensional. Kampus Desa Bambu hanya menitikberatkan pada budidaya bambu tetapi melupakan faktor pemasaran Desa Ekowisata itu sendiri. Akibatnya, bambu yang dibudidayakan hanya dimanfaatkan sebagai bahan bangunan, pagar rumah, kandang ternak, tusuk sate, dan lidi sehingga tidak memiliki nilai jual di pasar internasional. Selain itu, hadirnya sebuah perusahaan di tengah masyarakat hanya membeli bambu kemudian dibawa ke luar NTT untuk diolah. Belum lagi hampir semua warga memiliki rumpun bambu sehingga persaingan dagang di kalangan masyarakat Ngada pun semakin ketat apabila tidak ada upaya pemasaran. Permasalahan pemanfaatan bambu di Kabupaten Ngada merupakan salah satu tantangan di sektor industri pariwisata yang harus segera diatasi demi mencapai cita-cita Indonesia Emas 2045 pada pilar

sebab Green Mix Marketing dianggap sebagai sebuah inovasi yang muncul seiring dengan tingginya angka kerusakan lingkungan. Sama halnya dengan strategi pemasaran umumnya, Green Mix Marketing juga menggunakan konsep 4P yang dapat diimplementasikan dalam Kabupaten Ngada sebagai berikut. a) Green Product Green Product adalah produk yang ditawarkan dan memiliki tiga indikator pengukuran apakah produk tersebut ramah lingkungan atau tidaknya. Pertama, Tangibility (identifikasi produk dari label dan estetika), kedua Warranty (keamanan produk bagi lingkungan), dan terakhir Reliability (kemampuan produk berfungsi sebagaimana mestinya). Implementasi produk yang dapat dihasilkan dari Kabupaten Ngada dengan nilai jual lebih adalah hasil kerajinan bambu laminasi. Menurut Iskandar (2007), penggunaan bambu lapis atau lamina antara lain untuk rangka balok, dinding, lantai, pintu, lemari, meja, kursi dan peti kemas. Bambu laminasi menggunakan teknologi dari pengeringan strip bambu, perekatan tekanan dengan Urea Formaldehid maupun Poly Vinyl Acetat dengan lama waktu press sesuai rencana kerja. Contoh produk dari bambu laminasi antara lain talenan, mebel, bahan kerajinan, dan lain sebagainya. Gambar 5. Contoh Produk Bambu Laminasi b) Green Price Green Price adalah atribut non-produk yang memegang peran penting dalam pembentukan persepsi merk dagang serta kriteria konsumen untuk mengambil keputusan. Konsumen siap membayar nilai lebih tinggi apabila

diikuti dengan produk bernilai lebih pula. Green price dalam produk Desa Ekowisata Bamboeland bisa dihitung dari bahan baku berkualitas, biaya produksi, pajak, tingkat kesulitan, dan lama waktu pembuatan. Green Price juga dapat membedakan premium price bagi pasar premium dan lokal. Berdasarkan Asosiasi Eksportir dan Produsen Handicraft Indonesia (ASEPHI), nilai ekspor produk kerajinan Indonesia mencatat iklim yang positif. Pada 2020 nilainya mencapai USD 638,33 juta kemudian pada tahun 2021, ekspor produk meningkat mencapai USD USD 743,50 juta. Kenaikan ini bisa menjadi peluang bagi BAMBOOLAND untuk menjual produk ke pasar internasional. c) Green Place Green Place adalah aspek tempat penyediaan produk apakah memiliki dampak bagi lingkungan atau tidak atau apakah mengajak konsumen jauh lebih peduli pada lingkungan atau tidak. Implementasi tempat yang bisa ditawarkan dari Kabupaten Ngada sendiri yakni mengusung rumah atau bangunan dengan konsep Green and Eco Habit. Sebagaimana kawasan desa ekowisata lainnya, suasana pedesaan dengan kawasan rumah penduduk yang terbuat dari bambu bisa menambah nilai jual. Namun, pembedannya adalah konsep Eco Habit, yakni konsep perancangan desain bangunan yang berupaya mengurangi efek pemanasan global dan bentuk kebertahanan terhadap fenomena bencana alam. Adapun konsep Eco Habit terdiri dari Green Roof, Green Wall dan Garden, bisa dilihat pada gambar berikut.

(Desain Penulis, 2023) Gambar 9. Denah Desa Ekowisata BAMBOELAND Dari pintu masuk, ada area informasi atau area khusus biro wisata, tour guide, yang bisa disewa selama kunjungan wisatawan. Kemudian, ada area pembibitan dan pembudidayaan bambu terletak di seberang sungai agar dapat dibentuk irigasi yang baik untuk mengaliri bibit tanaman bambu. Di area ini, pengunjung juga dapat menanam bibit bambu atau membeli bibit bambu dari penduduk. Selain itu, pengunjung yang datang dapat menggunakan perahu sederhana untuk menikmati pemandangan pohon bambu di area pembudidayaan. Tepat di seberangnya, akan ada hamparan rumah penduduk dengan konsep bangunan Green Eco Habit. Setelah jalan setapak, ada pusat usaha penduduk mulai dari UMKM Kerajinan, Rumah Makan atau Restoran, serta berbagai pilihan akomodasi. Tentunya, di sekitar desa juga ada objek wisata seperti galeri atau aula pementasan tari tradisional dan musik Sasando, alat musik khas NTT. Gambar 10. Objek Wisata BAMBOELAND

d) Green Promotion Faktor penting dalam industri pariwisata adalah pemasarannya. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya, dengan Green Promotion, fokus utama pemasaran adalah poin kelestarian lingkungan dan bagaimana wisatawan bisa berkontribusi dalam usaha konservasi bambu. Dewasa ini, teknologi media dan informasi sudah berkembang serba digital. Informasi apapun bisa dicapai hanya sekadar berselancar di internet. Oleh karena itu, BAMBOELAND memanfaatkan website sebagai media promosi. Website dinilai menjadi media promosi efektif apabila didukung dengan pengetahuan SEO (Search Engine Optimize) yang baik. Website BAMBOELAND akan memuat informasi seputar denah peta, katalog produk penduduk, aktivitas pilihan di BAMBOELAND dengan desain sebagai berikut. Gambar 11. Mockup Website BAMBOELAND Stakeholder Pendukung Implementasi BAMBOELAND Agar implementasi konsep BAMBOELAND dapat terwujud, diperlukan kontribusi serta dukungan dari berbagai pihak antara lain Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Yayasan Bambu Literasi, Masyarakat NTT, Perusahaan, Lembaga Sosial Masyarakat, serta Mahasiswa. Kementerian Lingkungan Hidup serta Kementerian Pariwisata bekerjasama sebagai stakeholder kunci atau lembaga yang memverifikasi, mengesahkan, dan memutuskan terkait konsep pemasaran dan perizinan pembangunan dari BAMBOELAND. Yayasan Bambu

pengunjung ke NTT serta PDB masyarakat pun meningkat sehingga pilar kedua pada visi Indonesia Emas 2045 dapat terealisasikan dengan baik. Gambar 13. Keberlanjutan BAMBOELAND PENUTUP Industri pariwisata Indonesia merupakan penyumbang devisa terbesar bagi negara dengan potensi alam dan budayanya yang beragam. Akan tetapi, tidak semua potensi alam di Indonesia dikenal masyarakat luar dengan baik karena minimnya inovasi dan strategi pemasaran yang masih konvensional. Green Mix Marketing merupakan solusi atas permasalahan tersebut sebab selain berupaya untuk meningkatkan laba, strategi ini berkomitmen untuk membangun ekosistem ekonomi yang menjaga lingkungan hidup secara berkelanjutan. Desa Ekowisata BAMBOELAND adalah desa yang mengusung konsep 4P, Green Product, Green Price, Green Places, dan Green Promotion. Dengan konsep ini, BAMBOOLAND tidak hanya berupaya memaksimalkan potensi bambu di Kabupaten Ngada, NTT dengan menjual produk ramah lingkungan tetapi juga melestarikan tanaman bambu, mencegah erosi atau banjir, dan mengurangi emisi karbon demi mewujudkan pilar Pembangunan Ekonomi Berkelanjutan pada visi Indonesia Emas 2045.

DAFTAR PUSTAKA

Arsad, E. 2015. Teknologi Pengolahan dan Manfaat Bambu. Jurnal Riset Industri Hasil Hutan. 7(1); Andjelicus, P. 2021_. Bambu dan Prospek Pengembanganya Bagi Ekowisata NTT._ https://parekrafntt.id/bacaartikel?id_artikel=62 Diakses pada 20 Oktober 2023 Ama, K. 2021. NTT Memiliki Kampus Desa Bambu. https://www.kompas.id/baca/dikbud/2021/05/24/nusa-tenggara-timur-mem iliki-kampus-bambu-desa-pertama-di-indonesia?status= Diakses pada 20 Oktober 2023 Databooks. 2022. PDRB Per Kapita Nusa Tenggara Timur Terendah se-Indonesia pada 2021. https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/02/10/pdrb-per-kapita-nus a-tenggara-timur-terendah-se-indonesia-pada-2021#:~:text=Badan%20Pus at%20Statistik%20(BPS)%20melaporkan,dibandingkan%20dengan% %20provinsi%20lainnya Diakses pada 19 Oktober 2023. Ilman, A.H., dkk. 2019. Strategi Pengembangan Sektor Ekowisata di Kabupaten Sumbawa (Studi Kasus di Desa Ekowisata Batudulang Kecamatan Batulanteh). Nusantara Journal of Economics. 1(1); 28- Jennah, H., & Ismail, A. 2023. Pengaruh Green Marketing Mix Terhadap Purchase Decision Dalam Menggunakan Eco Friendly Product. Journal of Trends Economics and Accounting Research, 3(4); 390-398. Kompas. 2017. Bambu Ngada Belum Tersentuh Teknologi. https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2017/07/23/bambu-ngada-belum-ter sentuh-teknologi/ Diakes pada 20 Oktober 2023. Noywuli, N., dkk. 2019. Kebijakan Pengembangan Budidaya Tanaman Bambu untuk Pengelolaan Berkelanjutan DAS Aesesa Flores. Journal of Natural Resources and Environmental Management, 9(4): 946-959. Perpustakaan Bappenas. 2022. Ringkasan Eksekutif Visi Indonesia 2045. https://perpustakaan.bappenas.go.id/e-library/file_upload/koleksi/migrasi- data-publikasi/file/Policy_Paper/Ringkasan%20Eksekutif%20Visi%20Ind onesia%202045_Final.pdf Diakses pada 19 Oktober 2023 Portal Informasi Indonesia. 2022. Peringkat Pariwisata Indonesia Naik Pesat. https://indonesia.go.id/kategori/editorial/5975/peringkat-pariwisata-indone sia-naik-pesat?lang=1 Diakses pada 19 Oktober 2023 Thoibah, W., dkk. 2022. Implementasi Green Marketing Pada UMKM Upaya Memasuki Pasar Internasional (Studi Kasus pada Creabrush Indonesia). Jurnal Ekonomika Dan Bisnis (JEBS). 2 (3); 798-