


Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
aaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa
Typology: Essays (university)
1 / 4
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
Judul Perempuan Dan Modernisasi Women and Modernization Jurnal Masyarakat & Budaya Volume & Halaman Volume 17 No. 1 Tahun 2017 Penulis Thung Ju Lan Reviewer Ratna Noviani (1701025034) Tanggal 19 November 2019
Abstract Tulisan ini mencoba memahami perubahan yang terjadi pada diri perempuan dalam kaitannya dengan modernisasi. Pada hakikatnya, baik perempuan di perdesaan maupun perempuan di perkotaan terkena dampak modernisasi yang mengubah nilai-nilai yang dimilikinya. Akan tetapi, modernisasi tidak membawa kesetaraan gender yang dijanjikannya, bahkan ketimpangan sosial budaya tampak di antara perempuan di perdesaan dan perempuan di perkotaan. Pergeseran nilai dan perubahan hubungan antargender tidak membantu menyelesaikan permasalahan perempuan, apalagi perempuan perdesaan yang miskin. Oleh karena itu, perlu adanya kajian ulang kebijakan negara, yang saat ini terlalu fokus pada peningkatan peran perempuan dalam pembangunan, agar lebih memperhatikan peran perempuan dalam keluarga sebagai pilar kemajuan masyarakat dan bangsa. Teori The Rostow Model Pembahasan Modernisasi dan Kesetaraan Gender Apa itu modernisasi? Secara umum, dikatakan bahwa modernisasi adalah “suatu perubahan masyarakat dalam seluruh aspeknya dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern” (Seputarpengetahuan.com, 2014). Pengertian ini tidak jauh berbeda dengan pengertian yang dikemukakan oleh Koentjaraningrat “modernisasi adalah usaha untuk hidup sesuai dengan zaman dan konstelasi dunia sekarang” (Seputarpengetahuan.com,
Paul Harrison (2001), barangkali dapat ditambahkan modernitas dalam bentuk negarabangsa. Sementara itu, bendera dari modernitas, menurut Barret (1997), adalah kebebasan dan individu. Perempuan Indonesia dan Perubahan Salah satu program pembangunan yang diilhami teori modernisasi adalah apa yang disebut Tjondronegoro sebagai revolusi hijau (Munthe, 2002). Program pembangunan pertanian ini, dalam pandangan Tjondronegoro adalah salah satu strategi yang diterapkan pemerintah untuk menimbulkan perubahan sosial di perdesaan Jawa. Revolusi hijau adalah program intensifikasi tanaman pangan yang membawa ide-ide modernisasi dalam bentuk penerapan teknologi pada pengelolaan tanah, penggunaan bibit unggul, penggunaan pupuk, penggunaan sarana-sarana produksi, dan pengaturan waktu panen, disamping pengaturan dan pembenahan kelembagaan produksi pertanian yang terkait, seperti kelompok tani, KUD, PPI, Bank Perkreditan, P3A, dan sebagainya. Bahkan, selanjutnya revolusi hijau juga dikembangkan dalam bentuk ekstensifikasi, intensifikasi, dan diversifikasi usaha pertanian (Munthe, 2002). Tulisan Witrianto Dt. Bandaro (2010) juga membahas dampak modernisasi terhadap kehidupan petani di perdesaan, akan tetapi lokasi yang ditelitinya adalah perdesaan Minangkabau. Salah satu dampak dari modernisasi yang dilihat Witrianto adalah bahwa modernisasi memisahkan kegiatan-kegiatan ekonomi dari kegiatan-kegiatan kekeluargaan dan komunitas. Perempuan dan Modernisasi: Masalah dan Tantangan Kesetaraan gender menekankan bahwa perempuan dan laki-laki mempunyai hak dan kewajiban serta kesempatan dan hasil yang sama. Namun, fakta menunjukkan bahwa ketimpangan tidak hanya terjadi antara laki-laki dan perempuan, melainkan di antara perempuan sendiri. Seperti telah dikemukakan di atas, antara perempuan desa dan perempuan kota ada perbedaan yang sangat besar. Subha Shree Das mengusulkan women empowerment untuk apa yang disebutnya sebagai “ unlocks door for modernization ” (Das, 2014). Akan tetapi, walaupun ia mengemukakan bahwa “[a]ddressing women’s issues also requires recognising that women are a diverse group, in the roles they play as well as in characteristics such as age, social status, urban or rural orientation and
hukum yang mencerminkan pola relasi yang setara dan adil di antara laki-laki dan perempuan, terutama ketika perempuan sebagai ibu rumah tangga juga memberi kontribusi ekonomi dengan bekerja di luar rumah. Seperti dikatakan oleh Ratna Batara Munti (2000: 242), “tidaklah tepat jika suami kemudian menuntut cerai karena alasan ia [istri] berkarier”. Masalah ketimpangan hukum ini semakin serius, ketika kasusnya menyangkut perempuan yang menjadi kepala rumah tangga, padahal menurut data Susenas 2012, rumah tangga yang dikepalai perempuan cukup banyak, yaitu 14,42% (kemenpppa.go.id, 2014).