









Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
dokumen ini merupakan laporan hasil praktikum
Typology: Study Guides, Projects, Research
1 / 15
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
DESAIN PRIMER SOFTWARE dan PCR IN SILICO Nama : Pradigta Danendra R G NIM : 24020222130042 Kelompok : 3 Asisten : Rosaria LABORATORIUM BIOTEKNOLOGI PS BIOTEKNOLOGI-DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS SAINS DAN MATEMATIKA UNIVERSITAS DIPONEGORO 2024
DESAIN PRIMER SOFTWARE dan PCR IN SILICO I. Tujuan I.1 Mahasiswa mampu mendesain primer secara in silico menggunakan software SnapGene I.2 Mengetahui kompatibilitas primer yang telah disusun terhadap sequence DNA uji melalui simulasi PCR secara in silico II. Tinjauan Pustaka II.1 SnapGene SnapGene adalah aplikasi perangkat lunak revolusioner yang dapat di- instal di komputer untuk membuat desain primer. Berbeda dengan beberapa platform desain primer lain yang hanya menghasilkan rekomendasi primer dengan produk PCR yang pendek, aplikasi SnapGene dapat diatur untuk dapat menghasilkan sequence primer dengan produk PCR yang tinggi. Aplikasi ini sudah banyak digunakan karena fiturnya yang lengkap dan mudah digunakan. Desain primer dilakukan berdasarkan sequence nukelotida yang telah didapatkan dari penelitian ataupun dari database GenBank pada situs NCBI, namun apabila belum diketahui primer dapat didesain dengan menggunakan urutan basa DNA spesies yang berkerabat dekat dengan spesies target yang selanjutnya dianalisis menggunakan program aplikasi Snapgene. Snapgene juga dapat digunakan untuk visualisasi penempelan primer pada cetakan DNA target. Setiap kandidat primer kemudian dimasukkan kedalam aplikasi Snapgene untuk membandingkan urutan nukleotida dari kandidat primer dan urutan nukleotida dalam bentuk FASTA (Wahyuni dkk., 2020). II.2 Polymerase Chain Reaction Polymerase Chain Reaction (PCR) merupakan salah satu teknik amplifikasi asam nukleat in vitro yang paling banyak dipelajari dan digunakan secara luas. PCR digunakan untuk menggandakan jumlah molekul DNA pada target tertentu dengan menganalisis molekul DNA baru yang berkomplemen dengan molekul DNA target melalui enzim dan oligonukleotida sebagai primer dalam suatu thermocycl e. Panjang target DNA berkisar antara puluhan sampai ribuan nukleotida yang posisinya diapit sepasang primer. Enzim yang digunakan sebagai pencetak rangkaian molekul DNA yang baru dikenal disebut enzim polymerase. Proses PCR didahului dengan reverse transcriptase terhadap molekul mRNA sehingga diperoleh molekul complementary DNA (cDNA) (Widayat dkk., 2019). Teknik biologi molekuler seperti Polymerase Chain Reaction (PCR) dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan gen yang berperan sebagai faktor virulensi pada suatu pathogen. PCR yang bertujuan untuk mengamplifikasi DNA terdiri dari tiga tahap. Tahap awal dari proses amplifikasi
III. Metode III.1 Alat
IV. Hasil Pengamatan IV.1 Design Primer SnapGene No Nama template sequence Primer pair yang didapat Screenshot hasil
397 bp product from linear template Untitled, base 46 to base 442 ( Forward - Reverse). GAACATACCACTTGTTG
menyebabkan terbentuknya ikatan yang terlalu kuat antara primer dengan DNA target dapat menyebabkan rendahnya hasil PCR. Dimer pada ujung 3′ primer sebaiknya tidak lebih dari 3 basa karena dapat menurunkan spesifisitas primer. Primer sebaiknya tidak mempunyai 3 atau lebih basa G atau C pada 3′dimer, karena dapat menstabilkan annealing primer non spesifik. Menurut Sasmito dkk. (2014) GC Clamp yang dimaksud adalah ujung C, G, CG atau GC, yang diyakini membuat hibridisasi lebih stabil. Namun perlu dihindari lebih dari 3 basa G atau C pada 5 basa terakhir ujung 3′ karena ujung 3′-nya bisa melipat membentuk struktur dimer yang mengakibatkan ujung 3′ primer tidak terikat pada template. Hal ini didukung oleh pernyataan Maitriani dkk. (2015) bahwa primer tidak diperbolehkan mengandung tiga atau lebih pengulangan. Hal ini dikarenakan akan meningkatkan kemungkinan false priming. Adanya false priming atau kesalahan penempelan primer di luar suhu annealing akan mengakibatkan kesalahan pembentukan pada suhu tertentu sehingga hasil yang diinginkan tidak sesuai. Hasil dari pick primer menggunakan SnapGene, didapatkan primer forward : CCTGCGGAGGGATCATTAC. Primer forward tersebut mempunyai panjang primer 19 basa nukleotida dengan Tm 56°C dan persentase GC 58%. Berdasarkan data tersebut, primer forward tersebut termasuk ke dalam primer yang ideal sehingga dapat digunakan. Sedangkan primer reverse -nya yaitu GGTCAACATTCAGAAGTTGGG. Primer forward tersebut mempunyai panjang primer 21 basa nukleotida dengan Tm 55°C dan persentase GC 48%. Berdasarkan data tersebut, primer reverse tersebut termasuk ke dalam primer yang ideal sehingga dapat digunakan. Primer forward dan primer reverse yang digunakan tersebut diawali dan diakhiri dengan basa G/C, maka pengikatan primer akan lebih kuat karena kandungan basa GC dapat mempengaruhi ikatan antar ikatan DNA. Primer forward dan reverse juga tidak memiliki basa nukleotida secara berulang hingga 4 kali, sebab dalam SnapGene praktikan dapat mendesain primer secara manual. Dengan demikian, hasil yang didapatkan kemungkinan lebih bagus dan lebih kecil kemungkinan terjadinya mispriming. V.2PCR In Silico Organisme yang digunakan pada desain primer ini adalah Fusarium oxysporum 18s rRNA. Jamur Fusarium oxysporum merupakan jenis jamur patogen di dalam tanah yang menyerang pada bagian akar dan umbi hingga menyebabkan penyakit layu pada tumbuhan sampai tumbuhan mati. Karena aktivitasnya di dalam akar sangat memudahkan bagi jamur ini untuk menyebar ke tanaman lain yang dekat melalui media tanah. Hal ini sejalan dengan pernyataan Asrul dkk. (2021) bahwa Fusarium oxysporum merupakan salah satu patogen terbawa tanah ( soil borne ) yang paling merusak di daerah penghasil tanaman bawang di seluruh dunia. Patogen ini memiliki kisaran tanaman inang yang sangat luas dan tersebar di semua zona iklim subtropis dan tropis. Primer merupakan salah satu parameter penentu keberhasilan suatu proses PCR. Keberhasilan reaksi PCR sangat mempengaruhi beberapa faktor salah satunya yaitu
desain primer yang memiliki peran penting untuk spesifisitas maksimal dan efisien PCR. Pada proses PCR, primer berperan untuk menentukan daerah apa yang akan diamplifikasi dengan cara memotong daerah yang sudah ditargetkan. Menurut Yustinadewi dkk. (2018), primer yang didesain ini dapat memotong daerah target (dapat membatasi daerah amplifikasi dalam proses PCR) dengan tepat sesuai rentang daerah yang dirancang. Parameter yang mempengaruhi keberhasilan metode PCR ada pada kriteria primer, yaitu panjang basa, persentase GC, suhu leleh atau Tm, self dimer, run, repeat, dan hairpin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Praja (2021), yaitu beberapa hal yang harus diperhatikan dalam mendesain primer yaitu panjang primer, suhu leleh, persentase GC serta kriteria lainnya yaitu jumlah self dimer , hairpin , repeat , dan run yang rendah. Menurut Pahlevi (201 6 ) bahwa melakukan desain primer ada beberapa kriteria untuk mendapatkan primer yang optimal diantaranya spesifisitas, panjang primer 18-30 bp, kandungan %GC sekitar 40-60%, suhu leleh (Tm) optimal berkisar 52-58^0 C, peniadaan basa Timin (T) pada 3’- end , primer bukan komplemennya sehingga mencegah self-annealing / dimmers dan mispriming , suhu disosiasi primer pada pasangan primer untuk PCR In Silico. PCR In Silico dilakukan untuk mengetahui keberhasilan suatu PCR pada DNA template tertentu menggunakan primer dengan bantuan program dalam komputer. Hal ini sesuai dengan Purwakasih dan Achyar (2021) bahwa bahwa kegunaan PCR in silico adalah untuk memprediksi dan mensimulasikan penempelan sekuen primer pada sekuen DNA template, sehingga dapat meminimalisir kesalahan pada saat melakukan PCR secara in vitro. Menurut Yustinadewi dkk. (2018) bahwa setelah didapatkan design primer yang berpotensi, tidak boleh langsung digunakan dalam amplifikasi DNA secara in vitro , namun perlu dilakukan simulasi PCR yang dilakukan secara in silico. Hal ini dilakukan untuk mengetahui kemungkinan keberhasilan suatu PCR pada DNA template tertentu menggunakan primer dengan bantuan program dalam komputer. Dengan dilakukannya PCR secara in silico persentase kegagalan dalam pelaksanaan PCR secara in vitro dapat diperkecil. Desain primer dilakukan dengan menggunakan 3 aplikasi, yaitu Primer3Plus, NCBI dan SnapGene. Didapatkan sepasang primer ( forward dan reverse ) yang dihasilkan dari masing-masing aplikasi tersebut. Setelah itu, dilakukan analisis kualitas primer dengan menggunakan Integrated DNA Technologies (IDT) DNA. Hasil analisis sepasang primer ( forward dan reverse ) dari Primer3Plus dengan parameter pertama, yaitu panjang primer 21 basa, Tm primer forward 61.5°C dan reverse 60.5°C. Kemudian, GC konten yang diperoleh sama yaitu 52.4% dan tidak ada self any secondary structure. Hasil analisis sepasang primer dari NCBI dengan parameter pertama, yaitu panjang primer 20 basa, Tm primer forward 54.54°C dan reverse 55.26°C. Kemudian, GC konten yang diperoleh yaitu 45.00% dan 40.00%, self complementary nya sebesar 4.00 dan 3.00. Hasil analisis sepasang primer dari SnapGene dengan parameter pertama yaitu panjang primer forward 19 basa dan
VI. Kesimpulan Berdasarkan praktikum yang dilakukan, dapat diambil kesimpulan bahwa:
Asrul., Rosmini., Rista, A., Astuti, I.D., dan Yulianto, A. (2021). Karakterisasi Jamur Penyebab Penyakit Busuk Pangkal Batang ( Basal Rot ) pada Bawang Wakegi ( Allium x wakegi Araki). Agro Bali : Agricultural Journal. 4(3): 341-350. Maitriani, L. K. B., Wirajana, I. N., dan Yowani, S. C. (2015). Desain Primer untuk Amplifikasi Fragmen Gen Inha Isolat 134 Multidrug Resistance Tuberculosis (MDR-TB) dengan Metode Polymerase Chain Reaction. Cakra Kimia ( Indonesian E-Journal of Applied Chemistry ). 3(2): 89-96. Nuryady, M., Husamah, H., Miharja, F. J., dan Patmawati, P. 2020. Desain dan Optimasi Primer Gen Pengkode MRPA Trypanosoma evansi dan Penerapan pada Pembelajaran Biologi Molekuler. Jurnal Penelitian dan Pengkajian Ilmu Pendidikan: e-Saintika. 4(2): 223-233. Pahlevi, M. R. (2016). Desain Primer untuk Identifikasi Gen GmDREB2 pada Kedelai. Jurnal Agronis. 1(1): 1-8. Praja, R. K., dan Rosalina, R. (2021). Perancangan Primer Gen Lktb pada Fusobacterium necrophorum untuk Analisis PCR. Jurnal Sains dan Teknologi Peternakan. 2(2): 47-55. Pratiwi, A., Sari, R., dan Apridamayanti, P. (201 9 ). Optimasi Suhu Desain Primer Gen Blaz Resistensi pada Bakteri Staphylococcus aureus secara In Silico. Jurnal Mahasiswa Farmasi Fakultas Kedokteran UNTAN. 4 (1): 1-10. Purwakasih, D. B., dan Achyar, A. (2021). Primer Design and in Silico PCR for Detection Shigella sp. on Refilled Water Samples. Serambi Biologi. 6 (1): 1-6. Sasmito, D. E. K., Kurniawan, R., dan Muhimmah, I. (2014). Karakteristik Primer pada Polymerase Chain Reaction (PCR) untuk Sekuensing DNA: Mini Review. In Seminar Nasional Informatika Medis ( SNIMed ). 1(5): 93-102. Wahyuni, F. D., Saraswati, H., dan Dewi, K. S. (2020). In-Silico Analysis for CryI Gene Amplification from Bacillus thuringiensis. Bioedukasi. 18(1): 8-14. Widayat, W., Agustini, T. W., Suzery, M., Al-Baarri, A. N. M., Putri, S. R., dan Kurdianto, K. (2019). Real Time-Polymerase Chain Reaction (RT-PCR) sebagai Alat Deteksi DNA Babi dalam Beberapa Produk Non-Pangan. Indonesia Journal of Halal. 2(1): 26-33. Yustinadewi, P. D., Yustiantara, P. S., dan Narayani, I. 2018. Teknik perancangan primer untuk sekuen gen MDR-1 varian 1199 pada sampel buffy coat pasien anak dengan LLA. Jurnal Metamorfosa. 5(1): 105-111.