





Study with the several resources on Docsity
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Prepare for your exams
Study with the several resources on Docsity
Earn points to download
Earn points by helping other students or get them with a premium plan
Community
Ask the community for help and clear up your study doubts
Discover the best universities in your country according to Docsity users
Free resources
Download our free guides on studying techniques, anxiety management strategies, and thesis advice from Docsity tutors
Buku biologi semuanya ada disini
Typology: Quizzes
1 / 9
This page cannot be seen from the preview
Don't miss anything!
2.1 Tanaman Padi Padi merupakan sumber karbohidrat utama dan salah satu tanaman budidaya terpenting dalam peradaban manusia. Tanaman padi termasuk dalam genus Oryza, famili Poaceae (Gramineae) atau rumput-rumputan. Genus Oryza tersebar ke seluruh daerah tropis dan subtropis diseluruh dunia, dan terdiri dari 23 spesies liar dan dua spesies budidaya yaitu Oryza sativa yang dibudidayakan di Asia dan Oryza glaberrima yang dibudidayakan di Afrika (Randhawa et al ., 2006). Menurut Augstburger et al. (2002), spesies Oryza sativa terbagi menjadi tiga subspesis yaitu Japonica, Indica dan Javanica. Japonica merupakan subspesies yang memiliki ukuran gabah yang pendek dan tekstur nasi yang lebih lengket yang berasal dari daerah subtropis (Jepang, Korea dan Cina Utara), sedangkan subspesies Indica ukuran gabah yang panjang dan tekstur nasi yang tidak lengket berasal dari daerah tropis. Subspesies Javanica memiliki ukuran gabah yang sedang, tekstur nasi lengket dan hanya dapat tumbuh di Indonesia. Tanaman padi secara ekologi terbagi menjadi dua yaitu padi irigasi dan padi non irigasi. Padi gogo adalah salah satu jenis padi non irigasi yang mampu tumbuh pada input yang terbatas salah satunya adalah masalah ketersediaan air. Kondisi tersebut menjadikan padi gogo dapat tumbuh dan berkembang pada lahan kering (Dobermann and Fairhurst, 2000). Padi gogo memerlukan air sepanjang pertumbuhannya dan kebutuhan air tersebut hanya mengandalkan curah hujan (Perdana, 2007).
2.2 Morfologi Tanaman Padi Menurut Norsalis (2011), secara garis besar bagian-bagian tanaman digolongkan kedalam dua bagian besar, yaitu bagian vegetatif yang meliputi akar, batang dan daun serta bagian generatif yang meliputi malai yang terdiri dari bulir-bulir, bunga dan buah (Gambar 2.1). Secara morfologi tanaman padi mempunyai tiga fase perkembangan: (1) fase vegetatif (perkecambahan sampai inisiasi malai), (2) fase reproduktif (inisiasi malai sampai pembungaan), dan (3) fase pemasakan (pembungaan sampai pemasakan) (Sitorus, 2014).
Gambar 2.1 Morfologi Tanaman Padi (Sitorus, 2014) Akar tanaman padi termasuk golongan akar serabut (Makarim dan Suhartatik, 2009). Akar serabut muncul hanya setelah perkecambahan dan selanjutnya perakaran padi didasarkan pada perakaran dibawah tanah yang fungsinya menyerap air dan cadangan makanan. Pada benih yang sedang berkecambah timbul calon akar yang disebut dengan radikula. Akar yang baru atau bagian akar yang masih muda berwarna putih (Hanum, 2008). Padi memiliki batang yang beruas-ruas yang dibatasi oleh buku. Pertumbuhan batang tanaman padi adalah merumpun, dimana terdapat satu batang tunggal atau batang utama (Hanum, 2008). Ruas batang padi di dalamnya berongga dan bentuknya bulat. Pada buku-buku dipangkal terdapat kuncup ketiak yang tumbuh menjadi batang baru yang disebut sebagai anakan (Wulandari, 2003). Daun pada tanaman padi tumbuh pada batang dalam susunan yang berselang-seling satu daun tiap buku. Setiap daun terdiri dari helai daun, pelepah daun, telinga daun, lidah daun (Sitorus, 2014). Daun yang muncul pada saat terjadi perkecambahan dinamakan koleoptil. Daun teratas disebut dengan daun bendera yang posisi dan ukurannya berbeda dari daun yang lain. Satu daun pada
kualitas, lama penyinaran dan intensitas. Tanaman padi memerlukan penyinaran matahari penuh tanpa naungan. Angin juga berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman padi yaitu dalam penyerbukan dan pembuahan tetapi jika terlalu kencang akan merobohkan tanaman (Hanum, 2008). Temperatur sangat mempengaruhi pengisian biji padi. Temperatur yang rendah dan kelembaban yang tinggi pada waktu pembungaan akan mengganggu proses pembuahan yang mengakibatkan gabah menjadi hampa. Hal ini terjadi akibat tidak membukanya bakal biji. Temperatur yang juga rendah pada waktu bunting dapat menyebabkan rusaknya pollen dan menunda pembukaan tepung sari. Padi gogo ditanam di tanah berlempung yang berat atau tanah yang memiliki lapisan keras 30 cm dibawah permukaan tanah, sedangkan padi sawah menghendaki tanah lumpur yang subur dengan ketebalan 18 – 22 cm serta keasaman tanah antara pH 4,0 – 7,0 (Hanum, 2008).
2.4 Cekaman Aluminium Aluminium (Al) merupakan unsur ketiga penyusun lithosfer setelah oksigen dan silika yaitu 15%. Al adalah logam hidrolisis kuat dan umumnya tidak larut dalam keadaan pH netral antara (6,0 – 8,0), dibawah asam (pH < 6,0) atau alkali (pH > 8,0), dan dalam larutan anorganik atau ligan organik (contoh OH-, F-, SO42- , asam sitrat). Aluminium merupakan logam ringan yang mempunyai ketahanan korosi yang baik dan hantaran listrik yang baik dan sifat – sifat yang baik lainnya sebagai sifat logam (Surdia, 2005). Aluminium pada larutan dengan pH netral berada dalam bentuk kompleks hidroksida yang tidak larut dan tidak toksik terhadap tanaman. Akan tetapi pada larutan dengan pH <5, ion Al berada dalam bentuk oktahedral heksahidrat atau sering disingkat Al3+ (Marschner, 1995). Apabila Al3+ terlarut dalam jumlah besar, maka dapat mengakibatkan efesiensi penyerapan air dan unsur hara menjadi berkurang (Fajarwati, 2007). Tanah asam dengan kandungan aluminium (Al) tinggi banyak terdapat di Indonesia. Tanah asam adalah tanah dengan pH rendah karena kandungan H+ yang tinggi. Tanah asam dengan tingkat pH kurang dari 5 berhubungan dengan ketersediaan hara N, P, K, Ca, Mg, dan Mo yang sangat terbatas, serta adanya Al
terlarut dalam jumlah cukup tinggi. Pada tanah asam yang kandungan mineral yang tinggi, faktor pembatasnya adalah keracunan Al (Sopandie, 2013). Batas kritis kejenuhan Al di tanah asam untuk tanaman padi yaitu sebesar 70% untuk padi. Selain itu juga dilaporkan bahwa konsentrasi Al sebesar 3 ppm dalam larutan tanah, dapat merusak varietas padi yang rentan terhadap keracunan Al (Sari, 2013), sedangkan pada konsentrasi 10 ppm semua varietas baik yang rentan maupun yang tahan mengalami kerusakan (Soemarsono, 2011). Menurut Marschner (1995), kekahatan hara pada tanah asam terjadi karena sebagian daerah jerapan pada mineral liat dikuasai oleh Al dengan menggantikan Mg dan Ca. Aluminium yang ada pada daerah jerapan juga dapat menjerap P dan Mo dengan kuat, sehingga P dan Mo tidak tersedia bagi tanaman. lebih dari 70% tanah asam tropis mengalami defisiensi Ca dan Mg karena memiliki kapasitas fiksasi P yang sangat tinggi. Pada lahan dengan tingkat kemasaman tinggi, pertumbuhan tanaman dihambat oleh ion-ion logam seperti Al, Fe dan Mn. Namun diantara ion-ion tersebut Al merupakan faktor penghambat utama bagi pertumbuhan dan bersifat racun bagi tanaman. Keracunan Al juga dapat menurunkan dan merusak sistem perakaran yang menyebabkan tanaman rentan terhadap cekaman kekeringan dan mengalami defisiensi unsur hara (Agung dan Rahayu, 2009). Toksisitas Al cukup jelas mempengaruhi dalam perlambatan pertumbuhan akar dan menghambat pertumbuhan tanaman. Aluminium dapat mempengaruhi tanaman secara morfologis, fisiologis dan ekspresi gen. Respon morfologi nyata akibat keracunan Al adalah terjadinya penebalan pada ujung akar dan akar cabang (Sopandie, 2013). Target toksisitas Al adalah ujung akar, yang sangat berpengaruh terutama dalam menghambat pertumbuhan akar (Miftahuddin et al ., 2007). Gejala keracunan Al pada akar tanaman dikenal dengan istilah “coralloid”, yakni terhambatnya pembentukan akar lateral dan akar primer terlihat lebih tebal (Miyasaka et al ., 2007). Morfologi abnormal dan penghambatan perpanjangan akar akan menyebabkan terganggunya penyerapan hara Ca, Mg, dan K sehingga terjaadi defisiensi. Menurut Miftahuddin et al. (2007) peningkatan konsentrasi Al dalam larutan menyebabkan terhambatnya
kebocoran K+ dari sel akar. Interaksi Al dengan senyawa lipid dan protein membran dapat memicu peroksidasi lipid sehingga sel kehilangan integritas membran plasma (Yamamoto et al ., 2002). Padi varietas IR64 yang sensitif Al mengalami peroksidasi lipid lebih tinggi dibanding padi Hawara Bunar yang toleran Al ketika mendapat cekaman Al (Wahyuningsih, 2009). Secara morfologi akar yang mengalami keracunan Al umumnya pendek gemuk ( stubby ) dan rapuh. Ciri ini merupakan akibat terhambatnya pemanjangan akar utama dan lateral melalui dua mekanisme; (1) penghambatan pemanjangan sel akar, dan (2) penghambatan pembelahan sel akar. Meristem akar merupakan tempat utama terjadinya keracunan Al (Sari, 2013).
2.6 Mekanisme Toleransi terhadap Cekaman Aluminium Setiap spesies tanaman yang berbeda mempunyai perbedaan yang luas dalam sifat toleransinya terhadap tanah asam dengan kandungan Al yang tinggi. Pengaruh cekaman Al tidak sama pada setiap spesies, bahkan pada tanaman dalam satu spesies. Perbedaaan tersebut menunjukkan adanya mekanisme toleransi yang berbeda pada setiap tanaman dalam mengatasi cekaman Al. Spesies tanaman yang tergolong sangat toleran adalah tanaman padi dan soba ( buckwheat ), sedangkan yang tergolong toleran adalah oat , kedelai, cowpea , kacang tanah dan kentang (Sopandie, 2013). Tanaman yang toleran Al berarti tanaman menunjukkan pertumbuhan akar yang baik karena meningkatnya vigor tanaman ketika ditumbuhkan pada larutan atau tanah asam yang berkelarutan Al tinggi. Ada dua mekanisme sehingga tanaman menjadi toleran Al, yaitu mekanisme ekslusi Al dan mekanisme toleransi cekaman Al. Menurut Roslim (2011), berdasarkan akumulasi Al di dalam tajuk, strategi adaptasi tanaman terhadap cekaman Al dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: 1) akar tidak menyerap Al sehingga tidak ada Al yang terakumulasi di tajuk (strategi penghindaran), mekanisme ini terjadi karena tanaman mengeksudasi senyawa asam organik dari akar, 2) tanaman menahan dan mengakumulasi Al di akar, terutama di jaringan korteks dan epidermis akar. Pada jaringan muda yang belum mempunyai endodermis, Al bisa lolos masuk ke tajuk melalui jaringan meristem akar dan pembuluh akar (stele), 3) tanaman mengakumulasi Al di dalam tajuk (Al akumulator). Kelompok kedua dan ketiga menggunakan mekanisme
toleransi cekaman Al, yaitu mentolerir Al yang masuk ke simplas. Oleh karena itu, tanaman yang toleran harus mampu mengurangi penyerapan Al atau menetralkan unsur tersebut jika sudah masuk ke dalam sel-sel akar.
1.6 Identifikasi Toleransi Cekaman Aluminium Menggunakan Kultur Hara Penanaman di tanah asam dengan kandungan Al tinggi untuk menapis plasma nutfah padi merupakan salah satu cara untuk mengidentifikasi derajat toleransi Al tanaman padi. Menurut penelitian Anas and Yoshida (2000), kultivar padi yang akan diuji dilakukan dengan dua metode seleksi terhadap Al, yaitu (1) seleksi di laboratorium, dilakukan dengan cara menyeleksi benih dengan menggunakan kultur hara dan perlakuan cekaman dengan kadar Al yang tinggi, (2) seleksi di lapang atau lahan masam, bertujuan untuk menyaring genotipe- genotipe yang mempunyai sifat toleransi terhadap Al. Namun demikian, uji lapang ini membutuhkan areal yang luas, dan membutuhkan banyak tenaga dan waktu yang lama untuk memperolah data, karena pengamatan dilakukan sampai tanaman dewasa dan berproduksi. Oleh karena itu perlu suatu metode yang efisien dan cepat yaitu pengamatan pada fase awal pertumbuhan tanaman atau fase kecambah. Metode yang biasa digunakan adalah metode kultur hara (Zhang et al ., 2004). Pengujian menggunakan larutan hara merupakan salah satu metode alternatif yang dapat digunakan untuk menguji kembali nomor-nomor baru sebelum dilakukan pengujian di lapang (Purnamaningsih dan Mariska, 2008). Metode kultur hara merupakan metode penanaman dengan menggunakan larutan hara minimum. Melalui metode kultur hara, banyak peubah yang dapat digunakan sebagai parameter toleransi Al, seperti panjang akar relatif (PAR), penghambatan pertumbuhan akar (PPA), dan pertumbuhan kembali akar (Root Re-Growth= RRG) setelah tanaman mendapat perlakuan cekaman Al (Purnamaningsih dan Mariska, 2008). Karakter RRG telah digunakan pada tanaman Triticale dan Rye (Secale cereale L.) (Miftahudin et al ., 2004) untuk menentukan sifat toleransi Al pada tiap individu populasi segregasi F2 dan silang balik ( backcross ). Metode Root Regrowth (RRG) merupakan suatu metode pengadaptasian akar padi pada larutan hara minimum dengan penambahan cekaman aluminium pada taraf tertentu (Sari,