Docsity
Docsity

Prepare for your exams
Prepare for your exams

Study with the several resources on Docsity


Earn points to download
Earn points to download

Earn points by helping other students or get them with a premium plan


Guidelines and tips
Guidelines and tips

akuntansi sektor publik, Assignments of Accounting

pengertian akuntansi sektor publik

Typology: Assignments

2019/2020

Uploaded on 05/14/2020

ia-dwiyanthi
ia-dwiyanthi 🇮🇩

4.6

(5)

5 documents

1 / 19

Toggle sidebar

This page cannot be seen from the preview

Don't miss anything!

bg1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala rahmat dan berkat-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Akuntansi Sektor Publik dengan
pokok bahasan tentang Regulasi dan Standar Keuangan Sektor Publik.
Harapan Kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi para pembaca.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan
untuk menyempurnakan makalah ini selanjutnya. Sehingga kami dapat memperbaiki bentuk
maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat lebih baik.
Denpasar, 4 September 2019
Penyusun
1
pf3
pf4
pf5
pf8
pf9
pfa
pfd
pfe
pff
pf12
pf13

Partial preview of the text

Download akuntansi sektor publik and more Assignments Accounting in PDF only on Docsity!

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena atas segala rahmat dan berkat- Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas Makalah Akuntansi Sektor Publik dengan pokok bahasan tentang Regulasi dan Standar Keuangan Sektor Publik. Harapan Kami semoga makalah ini dapat membantu menambah pengetahuan dan pengalaman bagi para pembaca. Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami harapkan untuk menyempurnakan makalah ini selanjutnya. Sehingga kami dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini agar kedepannya dapat lebih baik. Denpasar, 4 September 2019 Penyusun

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ………………………………………………………………… i DAFTAR ISI ………………………………………………………………………….. ii BAB I PENDAHULUAN LATAR BELAKANG MASALAH…………………………………………………… 1 RUMUSAN MASALAH………………………………………………………………. 1 TUJUAN PENULISAN………………………………………………………………… 2 BAB II PEMBAHASAN DASAR HUKUM KEUANGAN SEKTOR PUBLIK………………………... 3 AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DISENTRALISASI… 4 REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK. 5 REGULASI DALAM SIKLUS AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK………….. 18 BARANG DAN JASA PUBLIK………………………………………………. 21 ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK…………………………… 25 KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK…………………………………………. 27 BAB III PENUTUP KESIMPULAN………………………………………………………………… 28 SARAN………………………………………………………………………… 28 DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………………….. 29

  1. Segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan Undang-Undang
  2. Jenis dan harga mata uang ditetapkan dengan Undang-Undang
  3. Hal keuangan negara selanjutnya diatur dengan Undang-undang
  4. Untuk memeriksa tanggung jawab tentang keuangan negara diadakan suatu Badan Pemeriksa Keuangan, yang peraturannya ditetapkan dengan Undang-Undang. Hasil pemeriksaan itu diberitahukan kepada Dewan Perwakilan Rakyat. Berdasarkan ketentuan tersebut diatas, ditetapkan Undang-undang tentang APBN untuk tahun anggaran bersangkutan.Penyusunan APBN bukan hanya untuk memenuhi ketentuan konstitusional yang dimaksud pada pasal 23 ayat (1) UUD 1945, tetapi juga sebagai dasar rencana kerja yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam tahun anggaran yang bersangkutan. Oleh karena itu, penyusunannya didasarkan atas Rencana Strategi dalam UU Propenas, dan pelaksanaannya dituangkan dalam UU yang harus dijalankan oleh Presiden/Wakil Presiden dan Menteri-menteri serta pimpinan Lembaga Tinggi Negara Lainnya. B. Dasar Hukum Keuangan Daerah Berdasarkan pasal 18 UUD 1945, tujuan pembentukan daerah otonom adalah meningkatkan daya guna penyelenggaraan pemerintah untuk melayani masyarakat dan melaksanakan program pembangunan. Dalam rangka penyelenggaraan daerah otonom, menurut penjelasan pasal 64 Undang-undang No. 5 tanhun 1974, fungsi penyusunan APBD adalah untuk:
  5. Menentukan jumlah pajak yang dibebankan kepada Rakyat Daerah yang bersangkutan
  6. Mewujudkan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab
  7. Memberi isi dan arti kepada tanggung jawab pemerintah daerah umumnya dan kepala daerah khususnya, karena anggaran pendapatan dan belanja daerah itu menggambarkan seluruh kebijaksanaan pemerintah daerah
  8. Melaksanakan pengawasan terhadap pemerintahan daerah dengan cara yang lebih mudah dan berhasil guna.
  9. Merupakan suatu pemberian kuasa kepada kepala daerah untuk melaksanakan penyelenggaraan Keuangan Daerah didalam batas-batas tertentu II. AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK MEMASUKI ERA DESENTRALISASI Kebijakan desentralisasi telah mengubah sifat hubungan antar pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, antara BUMN dengan Pemerintah Pusat; antar Pemerintah dengan masyarakat, dan berbagai entitas lain dalam pemerintahan. Perananan laporan keuangan

telah berubah dari posisi administrasi semata menjadi posisi akuntabilitas di tahun 2000.Pergeseran peranan laporan keuangan ini telah membuka peluang bagi posisi akuntansi sektor publik dalam manajemen pemerintahan dan organisasi sektor publik lainnya.Jadi tujuan akuntansi sektor publik adalah untuk memastikan kualitas laporan keuangan dalam pertanggungjawaban publik. Sebagai perspektif baru, berbagai prasarana akuntansi sektor publik perlu dibangun, seperti: a. Standar Akuntansi Sektor Publik untuk Pemerintahan Pusat, Pemerintahan Daerah, dan organisasi sektor publik lainnya b. Account Code untuk Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, maupun organisasi sektor publik lainnya, dimana review terhadap transaksi yang berkaitan dapat dilakukan dalam rangka konsolidasi dan audit c. Jenis Buku Besar yang menjadi pusat pencatatan data primer atas semua transaksi keuangan pemerintah d. Manual sistem Akuntansi Pemerintahan dan Organisasi lainnya yang menjadi pedoman atas jenis-jenis transaksi dan perlakuan akuntansinya Dengan kelengkapan prasarana tersebut, para petugas dibidang akuntansi dapat melakukan pencatatan, peringkasan, dan pelaporan keuangan, baik secara manual maupun komputasi. Akibat tidak tersedianya prasaran diatas, muncul persepsi bahwa : a. Akuntansi adalah sesuatu yang sulit b. Akuntansi harus dikerjakan oleh SDM yang terdidik dalam jangka waktu panjang. III. REGULASI YANG TERKAIT DENGAN AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK A. Regulasi Akuntansi Sektor Publik di Era Pra Reformasi Perjalanan akuntansi sektor publik di era pra reformasi didasari pada UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah.Pengertian daerah dalam era pra reformasi adalah daerah tingkat I yang meliputi propinsi dan daerah tingkat II yang meliputi kotamadya atau kabupaten. Disamping itu,ada beberapa peraturan pelaksanaan yang diturunkan dari perundang-undangan,antara lain:

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 1975 tentang Pengurusan, Pertanggungjawaban, dan Pengawasan Keuangan Daerah
  2. Pemerintah Pemerintah Nomor 6 Tahun 1975 tentang Penyusunan APBD, Pelaksanaan Tata Usaha Keuangan Daerah, dan Penyusunan Perhitungan APBD

C. Paradigma Baru Akuntansi Sektor Publik di Era Reformasi Paradigma baru dalam “Reformasi Manajemen Sektor Publik” adalah penerapan akuntansi dalam praktik pemerintah guna mewujudkan good governance. Landasan hukum pelaksanaan reformasi tersebut telah disiapkan oleh Pemerintah dalam suatu Paket UU Bidang Keuangan Negara yang terdiri dari UU Keuangan Negara, UU Perbendaharaan Negara, dan UU Pemeriksaan Tanggung Jawab Keuangan Negara yang pada saat ini telah disahkan oleh DPR. Terdapat empat prinsip dasar pengelolaan keuangan negara yang telah dirumuskan dalam 3 Paket UU Bidang Keuangan Negara tersebut, yaitu :

  1. Akuntabilitas berdasarkan hasil atau kinerja
  2. Keterbukaan dalam setiap prinsip transaksi
  3. Pemberdayaan manajer professional
  4. Adanya lembaga pemeriksa internal yang kuat, profesional, dan mendiri serta dihindarinya duplikasi dalam pelaksanaan pemerintahan Prinsip-prinsip tersebut sejalan dengan prinsip-prinsip desentralisasi dan otonomi daerah yang telah ditetapkan dalam Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No. 25 Tahun Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah. Dengan demikian, pelaksanaan tiga UU Bidang Keuangan Negara tersebut nantinya, selain menjadi acuan dalam pelaksanaan reformasi manajemen pemerintah, diharapkan akan memperkokoh landasan pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah di NKRI. Paradigma baru regulasi Akuntansi Sektor Publik
  5. UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara
  6. UU No. 1 Tahun 2004 Tentang Perbendaharaan Negara
  7. UU No. 15 Tahun 2004 Tentang Pemeriksaan Pengelolaan Keuangan Negara
  8. UU No. 25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan dan Pembangunan Nasional
  9. UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah
  10. UU No. 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
  11. PP No. 24 Tahun 2005 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan
  12. PP No. 71 Tahun 2010 Tentang Standar Akuntansi Pemerintahan D. Peraturan Pemerintah Nomor 71 Sebagai Regulasi Terkini di Indonesia

Dalam UU 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara pasal 1 angka 13, 14, 15, dan 16, dapat dilihat bahwa definisi pendapatan dan belanja negara/daerah berbasis akrual karena disana disebutkan bahwa : Pendapatan negara/daerah dalah hak pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai penambah nilai kekayaan bersih dan Belanja negara/daerah adalah kewajiban pemerintah pusat/daerah yang diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Namun kita diperkenankan untuk transisi karena saat itu praktik yang ada adalah dengan menggunakan basis kas, dimana pendapatan dan belanja diakui saat uang masuk/keluar ke/dari kas umum negara/daerah. Dispensasi ini tercantum dalam Pasal 36 ayat 1 UU 17 Tahun 2003 yang intinya ketentuan mengenai pengakuan dan pengukuran pendapatan dan belanja berbasis akrual dilaksanakan selambat-lambatnya dalam 5 (lima) tahun, artinya sampai dengan tahun

  1. Untuk masa transisi itulah PP 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintah terbit, dimana kita memakai basis Kas Menuju Akrual (Laporan Realisasi Anggaran berdasarkan basis kas, Neraca berdasarkan basis Akrual). Dalam pelaksanaan PP 24 Tahun 2005 tersebut hingga Laporan Keuangan Pemerintah tahun 2008 selesai diaudit di tahun 2009, ternyata opini yang didapat pemerintah saat itu masih menyedihkan. Untuk itulah, Pemerintah akhirnya berkonsultasi dengan Pimpinan DPR, dan disepakati bahwa basis akrual akan dilaksanakan secara penuh mulai tahun 2014. Pada tahun 2010 terbit PP 71 tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintah sebagai pengganti PP 24 tahun 2005. Diharapkan setelah PP ini terbit maka akan diikuti dengan aturan-aturan pelaksanaannya baik berupa Peraturan Menteri Keuangan untuk pemerintah pusat maupun Peraturan Menteri Dalam Negeri untuk pemerintah daerah. Ada yang berbeda antara PP 71 tahun 2010 ini dengan PP-PP lain. Dalam PP 71 tahun 2010 terdapat 2 buah lampiran. Lampiran I merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Akrual yang akan dilaksanakan selambat-lambatnya mulai tahun 2014, sedangkan Lampiran II merupakan Standar Akuntansi Pemerintah berbasis Kas Menuju Akrual yang hanya berlaku hingga tahun 2014. Lampiran I berlaku sejak tanggal ditetapkan dan dapat segera diterapkan oleh setiap entitas (strategi pentahapan pemberlakuan akan ditetapkan lebih lanjut oleh Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri), sedangkan Lampiran II berlaku selama masa transisi bagi entitas yang belum siap untuk menerapkan SAP Berbasis Akrual. Dengan kata lain, Lampiran II merupakan lampiran yang memuat kembali seluruh aturan yang ada pada PP 24 tahun 2005 tanpa perubahan sedikit pun. Perbedaan mendasar dari sisi jenis laporan keuangan antara Lampiran I dan Lampiran II adalah sebagai berikut: Lampiran I

 PSAP Nomor 07 tentang Akuntansi Aset Tetap;  PSAP Nomor 08 tentang Akuntansi Konstruksi Dalam Pengerjaan;  PSAP Nomor 09 tentang Akuntansi Kewajiban;  PSAP Nomor 10 tentang Koreksi Kesalahan, Perubahan Kebijakan Akuntansi, dan Peristiwa Luar Biasa;  PSAP Nomor 11 tentang Laporan Keuangan Konsolidasian; Kedua daftar isi hampir serupa karena memang kebijakan yang diambil oleh Komite Standar Akuntansi Pemerintah saat mengembangkan Standar Akuntansi Pemerintahan berbasis akrual ini adalah dengan beranjak dari PP 24 tahun 2005 yang kemudian dilakukan penyesuaian-penyesuaian terhadap PP 24 tahun 2005 itu sendiri. Dengan strategi ini diharapkan pembaca PP 71 tahun 2010 nantinya tidak mengalami kebingungan atas perubahan-perubahan tersebut karena lebih mudah memahami perubahannya dibandingkan jika langsung beranjak dari penyesuaian atas International Public Sector of Accounting Standards (IPSAS) yang diacu oleh KSAP. IV. STANDAR AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK A. IPSAS ( INTERNATIONAL PUBLIC SECTOR ACCOUNTING STANDARDS) Internatinal Public Sector Accounting Standards (IPSAS) adalah standar akuntansi untuk entitas sector public yang dikembangkan oleh Internaltional Public Sector Accounting Standards Board (IPSASB). IPSASB merupakan badan yang bernaung di bawah International Federation of Accountants (IFAC), organisasi profesi akuntansi di tingkat internasional yang didirikan tahun 1977. Keberadaan IPSASB bermula dari kesadaran akan manfaat nyata informasi keuangan yang konsisten dan terbandingkan ( comparable ) lintas-jurisdiksi.IPSAS yang diterbitkan oleh IPSASB terkait dengan pelaporan keuangan sektor publik, baik untuk yang masih menganut basis kas ( cash basis ) maupun yang telah mengadopsi basis akrual ( accrual basis ). IPSAS yang berbasis akrual dikembangkan dengan mengacu kepada International Financial Reporting Standards (IFRS), standar akuntansi bisnis yang diterbitkan oleh International Accounting Standards Board (IASB), sepanjang ketentuan-ketentuan di dalam IFRS dapat diterapkan di sektor publik. Meskipun demikian, IPSASB tetap memperhatikan isu-isu yang spesifik di sektor publik yang tidak tercakup di dalam IFRS. B. SAP (SYSTEM APPLICATION AND PROCESSING )

SAP adalah sebuah aplikasi perangkat lunak atau software yang sering digunakan oleh perusahaan – perusahaan besar untuk melakukan integritas pada bisnis. Tujuannya jelas, SAP membuat semua aktivitas manajemen, pemantauan, dan pengolahan informasi menjadi jauh lebih efektif dan efisien dari sebelumnya. Pada awalnya, sistem SAP hanya mampu menangani urusan keuangan perusahaan saja. Namun seiring dengan perkembangan yang didapatkan, SAP saat ini sudah mampu menangani banyak tugas seperti mengontrol penjualan, produksi, manajemen persediaan, hingga manajemen SDM. Tentu semuanya berkat modul yang terus ditingkatkan dan saling reintegrasi sehingga SAP dapat menyajikan informasi yang dibutuhkan oleh perusahaan dalam setiap aktifitas. C. PSAK 45 (Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan Nomor 45) PSAK 45 adalah Pernyataan Standar Akuntansi dan Keuangan No. 45 tentang Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba (PSAK 45). PSAK 45 adalah pernyataan standar yang mengatur pelaporan keuangan entitas atau irganisasi nirlaba yang tujuannya yaitu untuk menyediakan informasi yang relevan untuk memenuhi kepentingan pemberi sumber daya yang tidak mengharapkan pembayaran kembali, anggota, kreditur dan pihak lain yang menyediakan sumber daya bagi entitas nirlaba. Standar ini disahkan pada 23 Desember 1997 dan efektif berlaku sejak 1 Januari 2000. PSAK 45 inilah yang sampai sekarang menjadi acuan baku bagi penyusunan laporan keuangan organisasi nirlaba di Indonesia. Adapun isi dari laporan keuangan organisasi nirlaba sesuai dengan PSAK 45 meliputi :

  1. Laporan Posisi Keuangan, mencakup penyediaan informasi secara keseluruhan mengenai aset, liablitas, aset neto berkaitan dengan hal-hal dalam pelaporan secara terpisah dari aset neto baik yang sifatnya terikat maupun tidak terikat dengan penggunanya dan informasi keterkaitan antara unsur-unsur tersebut. Informasi ini akan digunakan oleh para kreditur, penyumbang atau pihak lain dalam menilai kemampuan organisasi untuk menyediakan jasa. Selain itu, juga digunakan untuk menilai tingkat likuiditas organisasi dalam memenuhi kewajibabnya.

dimiliki oleh pihak swasta. Sifatnya eksklusif dan hanya bias dinikmati oleh mereka yang mampu membelinya, karena harganya disesuaikan dengan harga pasar menurut penjual,yaitu harus untung sebesar-besarnya,misalnya perumahan mewah, villa, dan hotel. Dan ada juga setengah kolektif yang dimiliki oleh swasta atau pemilik gabungan antara swasta dan pemerintah.Seharusnya barang ini tidak boleh bersifat eksklusif, dan pemerintah harus ikut menentukan harga penjualannya, yang biasanya tidak terjangkau oleh rakyat kecil, misalnya sekolah dan rumah sakit. B. Konsep-Konsep Pokok Barang dan Jasa Publik Suatu barang dikategorikan sebagai barang ‘swasta’ atau ‘publik’ dalam kaitannya dengan tingkat excludability dan persaingannya. Tingkat excludablity suatu barang ditentukan dengan kondisi dimana konsumen dan produsen barang atau pelayanan bisa memastikan bahwa orang lain tidak memperoleh manfaat dari barang/pelayanan tersebut. Jika suatu barang memiliki daya saing yang tinggi, barang tersebut dipergunakan secara perorangan ; apabila daya saingnya rendah, barang tersebut dapat dimanfaatkan secara bersama-sama. Contoh taman umum daya saingnya rendah, sedangkan ‘ipod’ daya saingnya tinggi.

  1. Secara umum, barang publik memiliki tingkat excludability dan daya saing yang rendah. Ini berarti bahwa jika barang itu diproduksi, barang tersebut dapat dipergunakan oleh banyak orang. Barang publik ini dimanfaatkan oleh banyak orang, sehingga umumnya dibiayai dari dana publik.
  2. Barang swasta adalah barang yang punya excludability dan daya saing tinggi. Orang- orang yang memanfaatkanya jelas, sehingga mudah dikenakan biaya.
  3. Barang yang excludable, tetapi daya saingnya rendah disebut toll goods. Contohnya sperti jalan tol.
  4. Barang yang berdaya saing tinggi, tetapi non-excludable, disebut common pool goods. Contohnya adalah pengadaan air disebuah desa; meskipun termasuk barang yang non-excudable, namun penggunaannya secara berlebihan akan mengurangi kesempatan bagi orang lain untuk menggunakannya. C. Penyedia Pelayanan Barang atau pelayanan yang dibiayai secara publik dapat dikontrakkan kepada sektor swasta misalnya, penggunaan kontraktor swasta dalam pembangunan lapangan terbang, atau

sebaliknya misalnya sekolah pemerintah menerima pembayaran dari orang tua murid dalam bentuk pemakai pelayanan. Setor swasta mempunyai kecendrungan bekerja lebih efisien dan efektif karena :

  1. Sektor swasta memiliki fleksibilitas dalam pengolahan sumber daya sehingga permintaan pasar dapat ditanggapi.
  2. Persaingan pelayanan mendorong lebih baiknya mutu pelayanan dengan harga yang lebih murah bagi pelanggan. D. Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Dalam melaksanakan tugasnya, Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik menyelenggarakan fungsi:
  3. Penyiapan dan perumusan kebijakan dan sistem pengadaan nasional
  4. Penyiapan dan perumusan kebijakan pengembangan dan pembinaan sumber daya manusia di bidang pengadaan
  5. Pelayanan bimbingan teknis, pemberian pendapat dan rekomendasi, serta koordinasi penyelesaian masalah di bidang pengadaan
  6. Pengembangan sistem informasi nasional di bidang pengadaan
  7. Pengawasan pelaksanaan pelayanan pengadaan barang/jasa dengan teknologi informasi
  8. Melaksanakan sosialisasi, pemantauan, dan penilaian pelaksanaan kebijakan dan sistem pengadaan nasional VI. ETIKA PENGELOLAAN KEUANGAN PUBLIK Pihak member amanah (principal) percaya bahwa pihak pemegang amanah (agent) mempunyai “kapasitas” yang menandai untuk menjalankan amanah yang didelegasikan.Makna kapasistas disini hanya dilihat dari kompetensi pada bidang kerja, tetapi juga dilihat dari perilaku etis. Perilaku etis nampaknya sangat menunjang kepercayaan para partner dan teman kerja. Etika sering hanya dilihat dari segala sesuatu yang terwujud (tangible).Di tengah masyarakat yang masih mempercayai symbol-simbol (symbols, tanda-tanda (signals), dan

menyadari bahwa norma dari perilaku etis yang diakui masyarakat berlaku untuk semua jenis pekerjaan apapun. VII. KEDUDUKAN DAN PERAN PEMERINTAH DALAM MEMPERBAIKI KUALITAS PELAYANAN PUBLIK Semua masyarakat memiliki hak yang sama atas jaminan sosial dan ekonomi dari pemerintah sebagai konsekuensi langsung atas pembayaran pajak yang telah dipenuhi. Kebijakan dan regulasi yang ditetapkan pemerintah bisa berimbas pada bidang yang lain. Pemerintah mempunyai peran menentukan kualitas tingkat kehidupan masyarakat secara individual. Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen.Kinerja organisasi layanan publik harus diukur dari outcome-nya, karena outcome merupakan variabel kinerja yang mewakili misi organisasi dan aktivitas oprasional, baik aspek keuangan dan nonkeuangan. Dalam penentuan outcome sangat perlu untuk mempertimbangkan dimensi kualitas (Mardiasmo 2007). Selanjutnya, monitoring kinerja perlu dilakukan untuk mengevaluasi pelayanan publik dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Langkah-langkah penting dalam monitoring kinerja organisasi layanan publik antara lain: mengembangkan indikator kinerja yang mengembangkan pencapaian tujuan organisasi, memaparkan hasil pencapaian tujuan berdasarkan indikator kinerja diatas, mengidentifikasi apakah kegiatan pelayanan sudah efektif dan efisien sebagai dasar pengusulan program perbaikan kualitas pelayanan.

BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Regulasi keuangan sektor publik merupakan ketentuan yang harus di jalankan dan di patuhi dalam proses pengelolaan organisasi publik baik pemerintah pusat, pemerintah daerah, perusahaan serta organisasi lainnya. Proses penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi pelaksanaan hak dan kewajiban warga negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara. Pengelolaan keuangan negara maupun keuangan daerah, sebagai mana yang dimaksud dalam Undang-Undang Dasar 1945 perlu dilaksanakan secara profesional, terbuka dan bertanggungjawab untuk kemakmuran rakyat Indonesia. Pusat Pengembangan Kebijakan Pengadaan Barang dan Jasa Publik mempunyai tugas mengkaji, menyiapkan perumusan kebijakan, perencanaan kebijakan pengadaan barang/jasa nasional, serta melaksanakan sosialisasi, pemantauan dan penilaian atas pelaksanaannya. Peningkatan kualitas pelayanan publik dapat diperbaiki melalui perbaikan manajemen kualitas jasa, yakni upaya meminimasi kesenjangan antara tingkat layanan dengan harapan konsumen. B. SARAN Permasalahan terbesar dalam regulasi keuangan sector public di Indonesia adalah melanggar peraturan. Beberapa pihak bahkan turut campur tangan, sehingga dapat mengakibatkan keadilan dalam bentuk jaminan sosial serta keuangan yang tidak sesuai. Oleh